Never Trust Anyone, Jenderal.
Suatu kali jenderal sedang duduk di serambi rumah,
dengan muka yang murung selepas beristirahat daripada kerja. Ia mendapati
khabaran yang kurang menyamankan hati. Dia sedikit gusar, tapi dia mencoba
untuk tidak ambil peduli. Nah, pun
begitu dia tetap berusaha untuk mengerti maksud daripada khabaran itu. Namun belum
lagi dia jumpai jawaban daripada hal ihwal itu. Masih lagi dia biarkan khabaran
itu memuai dengan sendirinya.
***
Dua hari berselang, perasaan tidak mengenakkan pun
masih menghampiri hatinya. Sekarang ia mulai mencari ujung daripada khabaran dan masalah yang dia dapati
sekarang. Memori ingatannya dia mainkan sekencang-kencangnya. Dan, tidak lebih
daripada lim belas minit sahaja, dia mendapati punca daripada hal ihwal kemarin
semalam dua.
“Rupanya aku salah mempercayai orang”, katanya dalam
hati. Kemudian ia keluar dari bilik dan bercerita dengan temannya perihal
kejadian dua hari malam itu.
***
“Aku turut prihatin, Jenderal. Ini masah sangat
pelik, tapi lebih baik kamu beri dia sedikit sumpah serapah, kurasa,” kata Didi,
teman curhatnya.
“Ah, tak perlu lah. Aku tak pandai menyemburkankan
sumpah serapah. Karena dia satu-satunya teman yang sangat kupercayai setelah
sekian lama. Semua rahasia pribadi ku, ku ceritakan padanya. Dan bisa jadi dia juga
akan ku kenalkan sebagai first lady dalam
hidupku. Sudah berulang kali ku katakan padanya, ada beberapa hal yang menjadi
pantangan bagiku, salah satunya hal-hal yang bersifat private, never ask never try to get the information
tentang itu dan juga tentang barang-barang pribadi, never touch it.”
Sambil melongok, Didi bertanya, “sesimple itu kah
Jenderal?”
“Iya sesimple itu, dan dia tidak menaatinya. Dan aku
sekarang harus sangat berhati-hati, never trust anyone, ku rasa.”
“Are you sure, Jenderal?” tanya Didi sambil merangkul
tanganku.
Comments
Post a Comment