Syam S.H.E.A : PSK Muda

Masih ingat dengan aku bukan. Namaku Syamsyiah. Gadis desa berpenampilan kota. Sepatutnya memang harus begitu, supaya derajatku sedikit meningkat. Kini aku sudah menjadi model tetap di sebuah studio foto. Aku juga sudah ikut berbagai event peragaan busana di tingkat lokal. Ada beberapa trofi sudah terpajang di lemari kamar kos ku. Walaupun sudah jadi model, tapi tetap ngekos kok. Selain harganya murah, juga rasanya asik. Ya, karena banyak teman, banyak orang-orang yang sudah dekat denganku sekarang. Itu hanya alibi ku saja, karena memang belum cukup uang untuk membeli rumah pribadi.

            Hari ini merupakan hari ulang tahunku yang ke-23. Aku sudah tampak lebih dewasa, lebih modis. Dan yang paling penting aku sudah lebih berkelas. Dompet dan ATM ku juga sudah sedikit berisi. Berisi dengan hasil keringatku setahun terakhir. Aku sudah tidak lagi meminta jajan pada orangtuaku. Malahan aku sudah bisa mengirimkan uang untuk mereka setiap bulan. Aku yakin mereka menggunakannya untuk melanggeng nama sebagai petani musiman. Kemarin aku dengar, mereka sudah memanen cabai dan kacang panjang. Kebetulan sekarang sedang musim cabai dan kacang panjang. Harganya pun selangit. Namanya saja musiman, laba pun laba musiman.

            Aku sangat bersyukur dengan keadaanku yang sekarang. Aku sudah lebih mandiri. Dari sisi finansial juga relasi. Kuliah bagaimana? Masih seperti dahulu. Aku masih punya IQ diatas rata-rata. Aku bersyukur untuk hal itu. Aku sedang menyusun skripsi sekarang. Doakan saja aku lulus secepatnya.

****

            Sebenarnya akau bisa seperti sekarang, bukan hanya karena aku seorang model. Aku juga sekali-kali menjadi wanita panggilan. Orang disekitarku tidak banyak yang tahu. Hanya teman-teman seperjuanganku distudio foto. Itu pun karena sudah seprofesi. Jadi bukan menjadi aib yang besar. Awal perkenalanku menjadi wanita panggilan ketika aku menyambangi sebuah salon dibilangan Peunayong. Salon yang kusambangi ini, bukan hanya berfungsi sebagai tempat rias merias wajah, juga berfungsi sebagai tempat “merias” nafsu.

            Pada saat itu aku masih kurang paham dengan kondisi salon langgananku itu. Lalu akupun bertanya,”Ini salon ataupun tempat prostitusi?” Dan si penjaga salon pun menjawab,”Tergantung permintaanmu,Beb”. Lalu si penjaga salon ini pun bercerita panjang lebar. Jatuh bangun membangun salon dua muka. Bersembunyi dibalik ketiak penegak hokum dan lain sebagainya. Pernah sekali waktu, ada operasi yang ditangani langsung oleh walikota, hampir saja salon langgananku ini ketiban sial. Untungnya, bisa selamat juga.

            Berawal dari sinilah, aku mulai coba-coba menekuni profesi baru. Sebagai “perias” nafsu. Mulanya aku kurang berani, tapi akhirnya tetap mencoba juga. Berbicara dosa? Ah, bisa diakumulasi kapan saja. Taubat itu gampang. Itu pikirku. Aku mulai sering menerima panggilan. Pengalaman pertamaku adalah melayani salah satu tamu dari luar aceh dimalam tahun baru. Sungguh bahagia, pengalaman berhubungan dengan orang luar ini. salain punya paras yang rupawan, juga mempunyai tingkat keperkasaan diatas rata-rata. Dan tidak perlu kujelaskan lebih lanjut. Takutnya kedokku terbongkar luas, lalu di tangkap polisi syariah. Aku sanagt tidak ingin itu terjadi. Pengalaman pertama yang membawa kenikamatan yang luar biasa. Karena pelangganku puas, aku mendapat bayaran diatas rata-rata. Malam itu, dengan jelas aku menerima bayaran Rp 2.000.000,- diluar bayaran pada bosku.

****

            Karena pelanggan pertama ku layani dengan bagus, akhirnya aku menjadi primadona dalam bisnis lendir ini. Aku selalu masuk daftar pesana teratas setiap bulannya. Dalam sebulan aku bisa mendapatkan tawaran 15 kali. Dan harus dipesan jauh-jauh hari. Dikalanganku aku sudah sangat dikenal. Tentunya paras Acehku yang menawan, juga “kelakuanku” yang sangat sopan.

            Pernah beberapa kali aku dipanggil kehotel berbintang disekitaran Banda Aceh. Aku sangat menikmati pekerjaanku ini, diluar kesibukanku sebagai model. dihotel, tentunya aku melayani orang-orang kelas satu. Mulai dari pengusaha, orang kaya, bahkan ada juga pejabat muda. Ah, pokoknya aku sudah bisa berkenalan dengan pejabat. Yang diwaktu kecil hanya bisa melihat mereka di suratkabar. Walaupun mereka pejabat nakal, aku tetap senang. Ya karena aku dibayar. Ambil uangnya, jangan ambil anunya.

            Saat itu aku sudah sering keluar masuk hotel dengan mereka. Biasanya aku check in duluan, lalu si pemesan masuk belakangan, juga sebaliknya. Karena disini kalau masuk sekalian berdua akan mendapatkan kecurigaan petugas. Namanya juga negeri syariah. Namanya saja, Oke. Akupun tak perlu ambil pusing, toh mereka manusia yang butuh uang juga. Itu menurutku.

            Karena reputasiku ini, mereka tak segan-segan membayarku dengan harga tinggi. Selama aku bekerja, aku pernah mendapat bayaran 5 juta rupiah untuk semalaman. Sangat menjanjikan bukan. Semua gratis, dapat bayaran lagi. Aku berani bekerja sebagai wanita panggilan, bukan karena faktor ekonomi. Aku bekerja demi kesenangan semata. Aku berani berkata demikian, karena ada teman-teman se-profesiku, mereka rajin berdo’a kepada Tuhan. Mereka juga rajin shalat, mereka juga rajin puasa. Mereka meminta agar dipermudah mendapat rezeki yang halal dan bisa keluar dari dunia gelap itu. Namun tidak bagiku. Aku  sudah lama meninggalkan ritual keagamaan itu. Sudah sangat lama malah.

            Ya begitulah aku. Mengerjakan pekerjaan atas kesenangan semata. Kini aku sudah berganti baju, dari Syamsiah model si lugu, menjadi PSK anggun yang bergaji selangit. Tidak perlu lagi bekerja keras, kecuali berjumpa dosen untuk menyusun berkas (skripsi).