S-1 Pengangguran? Ahh

            
Selesai strata satu mau kemana? Setelah itu melanjutkan master kemana? Hendak kerja dimana kalau hanya punya titel strata satu? Begitulah beberapa pertanyaan para pemikul gelar S-1. Semua rasa resah, gundah, atau paling tidak sedikit mengernyit kening kalau di hampiri pertanyaan itu. Tak usah susah, tak usah gundahlah para S-ONEer ( pemikul gelar S-1). Kita sekarang sudah terlalu jauh terjebak dalam anggapan bahwa sudah terlalu banyak pemikul gelar S-1. Sudah berserakan bagaikan sampah yang tak punya TPA. Tidak salah memang apabila ada yang menyarankan untuk kembali melanjutkan S-2. Tapi yang perlu di garisbawahi, wujud pengabdian S-1 kita bagaimana?
            Mari kita telaah bersama, apa yang seharusnya juga yang perlu kita pertimbangkan kembali. Para pemegang gelar S-1 sudah sangat berserakan, dan kebanyakan pengangguran. Menurut saya, S-1 pengangguran itu berlaku hanya bagi yang menganggap kursi PNS sebagai the real kerja. Jika belum menjadi PNS, belum sah melepas status pengangguran. Ah, terlalu sempit pemikiran yang demikian.
            Pola pikir yang demikian sebaiknya kita buang jauh-jauh. PNS itu merupakan salah satu bidang pekerjaan yang membuat produktifitas kita menurun. Kita kurang bisa berinovasi. Sedikit gambaran, PNS bekerja dari senin sampai jum’at. Mulai kerja dari pukul 8 sampai pukul 4 sore. Yang kita lakukan hanya itu-itu saja dengan mengikuti metoda lama. Kapan kita bisa move on. Dalam bahasa sederhananya yaitu berkembang untuk lebih maju.
            Begitu juga dengan pemikiran, bahwa menjadi PNS, bisa menjamin kesejahteraan dihari tua. Adanya tunjangan pensiunan dan lainnya. Umur kita tidak menjamin untuk merasakan tunjangan pensiunan itu. Ya begitulah kita sekarang.
            Sekarang mari kita berpikir sedikit lebih praktis. Kita sebagai alumni bangku kuliahan harus mampu berpikir lebih jauh. Tugas dari kita adalah mengabdi kepada masyarakat, sesuai dengan ajaran terakhir dari Tri Dharma perguruan tinggi. Mengabdi itu sangat luas artinya. Kita bisa melakukan apa saja, asalkan berguna bagia masyarakat luas. Boleh jadi ketika kuliah, kita salah mengambil jurusan. Kita tertarik di elektronika, malah terdampar di bidang perbankan. Maka setelah lulus, jika tidak tertarik dengan perbankan, kita bisa mengembangkan lagi bakat elektronika kita. Karena orang yang belajar demi pengetahuan, bukan sekedar ijazah, adalah orang yang luar biasa. Begitulah kesimpulan dari Mr. Phusuk Wangdu. Jika kamu merasa gembira melakukan suatu pekerjaan, jadikan itu profesimu. Secara tidak langsung kita sudah punya pekerjaan.
            Selain itu kita harus mampu untuk berinovasi. Kita harus mempu mendobrak keyakinan didalam masyarakat, lalu menjadikan kita orang yang berbeda. Jangan takut untuk berbeda, asalkan kita mampu untuk hal itu. Pekerjaan itu ada dimana-mana, hanya saja kita kurang jeli mengambil kesempatan. Kurang berani mendobrak kebiasaan-kebiasaan yang apabila ditelusuri sudah ketinggalan zaman.
            Dengan kita mampu mendobrak belenggu itu, kita telah mampu membangun sebuah pekerjaan baru lalu meminimalisir angka pengangguran. Kita sudah mampu untuk mengabdi untuk masyarakat sebagai wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bagaimana dengan pendapatan gaji dari inovasi ini? Menurut saya, bayaran yang paling berharga dari sebuah pekerjaan adalah kepuasan. rasa puas tidak mampu di bayar oleh uang. Seberapa besar pun uang yang kita dapatkan, apabila kita tidak merasa puas, itu sama sekali tidak berarti. Kita akan selalu dihantui oleh perasaan tertekan. Yang pada akhirnya, kita bekerja untuk sebuah kepentingan bukan untuk kepuasan.  Bukankah demikian, Kawan?

*"Bukan hanya mahasiswa, penumpang Labi-Labi pun bisa juga salah jurusan." Mulya Bijeh Mata.


Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +