Bercinta di Jalanan

            
Jalanan. Apa yang terbersit di benak Saudara ketika mendengar kata tersebut? Dengan lumrahnya kita mendengar jawaban yang bervariasi. Ada yang menjawab jalanan itu keras. Jalanan itu semraut. Jalanan itu hidupnya keras. Jalanan itu penuh kejahatan. Jalanan itu tempatnya orang-orang yang kurang beruntung dalam kehidupan. Begitu variatifnya penghakiman terhadapan jalanan. Jarang sekali kita mendengar aura positif yang ditampilkan oleh sebuah kata yang bernama jalanan. Mengapa terjadi demikian? Mari sejenak kita telaah secara bersama-sama.
            Jalanan yang dipenuhi lalu lalang orang baik yang berkendaraan kelas tinggi ataupun rendah. Ada juga yang hanya berjalan kaki.  Tidak pandang bulu, berbaur menjadi satu kumpulan yang tak terhitung. Tidak pernah sepi, apalagi di kota-kota besar. Bagi orang kecil, di sanalah kantor mereka. Ada yang mengamen, meminta sedekah, dan juga ada yang sekedar menjadi penyapu kaca mobil. Dan karyawan di kantor ini adalah anak-anak, remaja, hingga orang tua yang sudah beruban. Tujuan mereka bekerja disini adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Sungguh memprihatinkan. Kebanyakan kita secara jelas menutup mata terhadap pemandangan ini. Celaan, cercaan, hinaan kita alamatkan kepada pekerja ini.
            Jika kita sedikit berani membuka mata, mereka juga sama seperti kita. Bekerja. Namun dengan cara yang berbeda. Ini dikarenakan skill yang dimilikinya hanya sekedar memberi jasa suara, juga memberi jasa pahala. Dan kualitas suaranya, bagi pengamen, juga tak  kalah dengan penyanyi ibukota. Karena seorang psikolog Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni). Dan inilah yang dilakukan oleh (dalam hal ini) pengamen jalanan. Membangun komunitas lalu melahirkan sebuah seni. Seni bernyanyi di jalanan sembari mencari sedikit uang. Ya begitulah.
            Dalam pandangan saya, berbeda dengan pandapat umum, jalanan iu penuh cinta dan kasih sayang. Jalanan itu adalah cara lain untuk memaknai hidup. Bagi mereka yang kurang beruntung jalanan hanya sementara. Jalanan hanya tempat persinggahan belaka. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada keinginan untuk berubah.
            Sekali waktu, tanpa sengaja saya disuguhkan sesungging senyuman anak-anak jalanan. Sangat tulus. Tanpa adanya bumbu tambahan. Tanpa adanya rekayasa. Sambil menyeka keringat dikeningnya, ia bekerja dengan sepenuh hati. Kejadian ini menunjukkan mereka juga punya cinta, juga punya etos kerja. Diantaranya juga ada yang secara sukarela menggendong adiknya yang masih kecil. Sekilas merupakan keterpaksaan, tapi ini adalah bentuk cinta. Cinta kasih tanpa adanya imbalan. Bagi saya, gambaran di atas adalah cara lain dari Tuhan memberi kita kabaran tentang keikhlasan. Kabaran lain tentang memaknai kehidupan. Itulah jalanan, yang tidak selamanya negatif apabila ditelusuri lebih dalam. Yang tidak selamanya kelam apabila kita mempunyai sedikit kepedulian. Karena mereka juga makhluk Tuhan yang ingin mapan.

  

Comments

  1. jalanan itu adalah pilihan bagi seseorang
    jalan yang baikkan atau burukkah
    kaya atau miskinkah , semua ada di jalanan.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +