Sidang skripsi itu pasti

Sambil duduk di malam buta, saya tak sengaja mendengar lagu Iwan Fals yang rada-rada sumbang tapi tetap cetar. Judulnya Temanku punya Kawan. Sudah sangat lawas, tapi pesan di dalam lagu itu cukup menasehati kita sebagai mahasiswa. Mahasiswa tingkat akhirat tepatnya. Mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah yang tanpa kuliah, yaitu skripsi. Maka boleh jadi, skripsi adalah hantu tersangar yang pernah kita temui. Semua berlomba-lomba untuk lepas dari jeratan hantu yang satu ini. ada yang geraknya lambat, ada juga yang bergerak secepat kilat, lalu akhirnya wisuda.
Dalam pembuatan skripsi juga ada yang secara legal juga illegal. Kita patut menyimak beberapa penggal lirik lagu bang iwan ini. “Kawanku punya teman temannya punya kawan. Mahasiswa terakhir fakultas dodol. Lagaknya bak professor pemikir jempolan. Selintas seperti sibuk mencari bahan skripsi. Kacamata tebal maklum kutu buku. Ngoceh paling jago banyak baca Kho Ping Hoo. Bercerita temanku tentang kawan temannya. Nyatanya skripsi beli oh di sana”. Adalah rahasia umum apa yang dilantunkan oleh bang Iwan ini. Banyak mahasiswa tingkat akhir yang terlanjur frustasi, dengan suka rela merogoh kocek untuk “melemparkan” skripsinya ke penerima jasa pembuatan skripsi. Harganya juga variatif, ada yang murah juga ada yang sedikit tinggi. Tergantung isi dan kesulitan pembuatannya.
***
            Berbicara tentang cepat tidaknya lepas dari jeratan hantu skripsi itu tergantung kepada dua hal. Pertama dan yang paling utama adalah dari niat diri sendiri untuk menyelesaikan “naskah” itu. Faktor kedua adalah pembimbing. Pembimbing tidaklah punya peranan yang lebih penting ketimbang niat dari diri sendiri. Sekejam apapun sang dosen, apabila niatan hati sudah terpahat, ia takkan bisa mengelak dari kita. Sekali dua kali, mungkin dia bisa beralasan, namun untuk yang ketiga kalinya, ia akan melayani kita. Dan buatlah ia muak melihat wajah pasrah kita. Saya yakin “naskah” Saudara akan cepat di terima. Namanya saja skripsi tingkat strata satu, mau di bawa kemana selain jadi pajangan di perpustakaan.
            Lalu bagaimana jika niatan hati tak ada, sedangkan dosen pembimbing sangat mudah untuk ditemui dan di ajak berdiskusi. Itu dengan sangat hormat, saya katakan,”Itu bentuk lain dari proses mendhalimi diri sendiri.” Saya berani berkata demikian, karena melihat pengalaman salah seorang rekan saya yang berlaku demikian. Ia memiliki pembimbing yang sangat baik. Namun apa hendak di kata, niatan dari rekan saya ini belum muncul-muncul juga. Dia bahkan sibuk dengan pekerjaan yang kurang penting menurut pendapat kebanyakan. Walaupun begitu, saya hanya ingin berprasangka baik terhadap dia. Karena saya yakin dia punya perhitungan tersendiri dalam menyelesaikan “naskah”nya itu.
Tapi sedikit bisa berbangga dengan teman saya yang satu ini. Ia tidak menggunakan jasa pembuatan skripsi untuk melanggengkan wisudanya. Ia tetap berusaha sendiri walaupun skripsinya belum ada tanda-tanda berkembang. Ini semua berpulang pada niatannya. Niat untuk sungguh-sungguh menyelesaikan “naskah” yang akan di sidangkan di hadapan penguji. Dan yang paling penting, dia TIDAK pernah menyalahkan dosen pembimbingnya. Dia bahkan selalu melontarkan kata-kata ucapan terima kasih kepada pembimbingnya.
Saya ingat satu pesan yang pernah dikatakan pada saya. Kira-kira begini celotehnya ketika itu,”Sidang skripsi itu pasti, hanya saja kita harus menunggu waktu yang tepat”. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan kisah “naskah”nya di tahun ini. semoga ia diberi hidayah secepatnya. Aamiin.

Saya pun terlelap dalam mimpi, dan bang Iwan pun terus bernyanyi.
“Buat apa susah susah bikin skripsi sendiri
“Sebab ijazah bagai lampu kristal yang mewah
“Ada di ruang tamu hiasan lambang gengsi
“Tinggal membeli tenang sajalah

“Saat wisuda datang
“Dia tersenyum tenang
“Tak nampak dosa di pundaknya

“Sarjana begini
“Banyakkah di negeri ini


“Tiada bedanya dengan roti

Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Bansa Teuleubeh +

Syam S.H.E.A : PSK Muda