Sahan Gerelku?

            Nama saya Abdullah. Saya lahir dari rahim bangsa Aceh tulen. Saya juga keturunan raja diraja di derah Peusangan. Kerabat saya juga masih punya hubungan darah dengan Tgk Chik Awee Geutah. Juga masih berhubungan erat dengan silsilah raja Peureulak. Saya pandai baca tulis. Saya pandai berbahasa Aceh. Saya pandai bahasa Melayu. Saya juga bisa bahasa Arab dan Inggris. Hanya saja saya sedikit terlambat lahir. Saya terlahir pada saat situasi antara Aceh dan Gayo memanas. Sebabnya tidak lain karena masalah bendera dan juga tampuk “pimpinan”.
            Saya perjelas sekali lagi, saya orang Aceh tulen. Namun sejak kecil saya sudah di ajarkan dengan pelajaran tentang adat istiadat Gayo. Saya sudah diceritakan tentang pahlawan tanah Gayo. Panglima Gayo juga pernah bermalam dirumah lama saya. Saya sangat dekat dengan cerita (kekeberen) Gayo. Ada cerita Atu Belah, ada cerita Putroe Bungsu. Sekali-kali saya mempelajari peta tentang gunung Burni Telong. Sesekali juga saya menandai wilayah danau Lut Tawar untuk berwisata. Tanda yang menjadi impian saya.
            Saya cinta dengan music Gayo. Saya juga sangat mengangumi alunan tepukan tangan Didong Gayo. Saya mengerti kalau dahulu, Didong itu dimainkan semalam suntuk. Didong Jalu adalah sebutan akrabnya. Saya juga menaruh penghargaan terhadap Saman yang menjadi warisan dunia tak benda versi UNESCO. Apakah saya sudah salah jalan? Apa cinta saya ini merupakan cinta terlarang? Apa identitas Aceh-nya saya ini menyalahi aturan “kenegaraan?”
            Saya juga sangat menikmati dataran tinggi nan dingin Pantan Terong. Saya selalu melancarkan pikiran dengan harumnya biji kopi Gayo. Saya juga terpesona dengan geraian rambutnya “putri” tanah Gayo. Saya juga sangat terpukau dengan penampilan Fikar W. Eda dengan puisi Kopi Gayo nya. Apakah perbedaan identitas ini akan melunturkan kecintaan saya? Apakah cinta ini “terlarang” dimata penguasa hanya gara-gara bendera? Ingatkah saudara dengan Alm Tgk Ilyas Leubee? Pejuang DI/TII yang berjuang tanpa henti.
            Sekali lagi, saya ini orang Aceh tulen. Tapi saya sangat menyukai gerak lenggok penari-penari Guel di atas arena. Saya selalu menepuk tangan sekuatnya ketika  “Opoh Ulen-Ulen” dikepakkan dalam gerakan “Kepur Nunguk”. Bulu kuduk saya selalu berdiri ketika gerakan elang “Sengker Kalang” menyambar  diperagakan.

            Saya benar-benar jatuh cinta terhadap tanah Gayo. Saya juga sudah bisa bertanya “ Sahan gerelmu? Saya juga sudah mengerti apabila ada bebujang yang bertanya, ”Nge semiyeng keh?”. Apabila ada yang bertanya,”Kusi male?”, Saya juga akan menjawab dengan jawaban,”Aku male ulak”. Apakah saya harus berperang dulu untuk meluruskan cinta saya? Apakah saya harus mengganti darah kebangsaan supaya bisa bersatu dengan tanah Gayo?  Namun begitu saya akan tetap mencintai Gayo walaupun “Negara”ku “melarang”nya. Seperti kata orang Haloban, “Deo waon U ila bahaso Aceh, tapi Deo tatap isin Aceh dan waon sakho senga dei marubah ne, karno Aceh era tanah kelahiran O.”

Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +