Antara Lara, Iin dan Qiki
Sebuah tulisan lama saya temukan kembali. Saya membacanya saja sudah agak geli, namun menyimpan banyak makna pada masanya. Karena setiap masa punya ceritanya sendiri. Keep reading, yea !!!
“Iin manis ya. Dia
sangat sempurna di mataku, Wan.”
Hari ini kembali
terdengar suara sayup itu dari mulut kawanku Lara Saktiawan. Maklum saja sudah
lama tidak laku dan lapuk di makan usia. Ia hanya menghabiskan waktunya dengan
segelas kopi dang desingan music Iwan Fals. Jarang sekali ia becengkrama dengan
seorang perempuan, entah apa alasannya. Ia Cuma berkata “Perempuan itu tidak
perlu di cari, nanti pasti datang sendiri”. Mungkin benar juga apa yang ia
katakan, tapi tidak mungkin perempuan hinggap di hati yang sepi yang tak pernah
tersiram air cinta.
Beberapa bulan terakhir
ini Lara mulai melirik perempuan yang bernama Iin. Indah Setiawati nama lengkapnya,
kulit kuning langsat, wajahnya imut, mata coklat serta pipi yang berisi
menambah daya pikat perempuan yang belum bertuan ini. Iin adalah teman dari
teman kelasku ini terlanjur sering menjadi buah bibir mahasiswa yang melihatnya
berlenggak-lenggok ketika masuk ruangan kuliah. Serasa melihat bidadari turun
dari khayangan, begitu celoteh beberapa kawan lainnya. Tak heran jika Lara
sangat terpesona melihat aura yang jarang-jarang di miliki oleh dara seumuran
Iin. Maklum saja umurnya sudah 20 tahun, tapi bagaikan gadis belia yang baru
beranjak remaja.
Aku dengar dari
beberapa teman dekatku lainnya, Lara mulai menaruh hati pada Iin ketika
mengikuti suatu test di sebuah lembaga di daerahnya itu. Kebetulan pada saat
melakukan test, mereka sering berpapasan di pintu masuk ruangan ujian. Di
sanalah cinta tak bertuan ini bertaut tanpa di pinang. Awalnya aku hanya
menganggap isapan jempol biasa tentang isu yang sangat panas ini. Maklum saja, Lara
kan pecinta lagu Iwan Fals yang idealis yang selalu berpegang teguh pada
kata-katanya pada suatu senja di warung kopi tempat kami hang out biasa.
Hari berganti minggu,
aku pun mulai menyadari apa yang terjadi dengan hati Lara. Aku juga tak
menyangka Lara bisa berubah dengan secapat kilat begitu. Ia mengingkari
kata-kata yang ia muntahkan dahulu di senja itu. Aku tidak mempermasalahkan
dengan perubahan ini. Kalau soal cinta, lautan terasa sempit, langit terasa
rendah dan api pun terasa dingin.
****************************
Suatu malam di warung
kopi yang sama di temani butiran hujan yang mendesing di atap, Lara kembali
bercerita tentang Iin.
“Iin sangat perfect,
ingin ku pinangnya jadi pendamping hati di dunia dan di surga kelak”, Lara
memulai karangan masa depannya dengan Iin.
“Kalau Engkau memang
yakin untuk mengikat hatinya dengan rantai baja, kami akan membantu, tapi ini
tidak akan mudah, Lara” sela Yuliansyah
teman nongkrong kami.
“Benar sekali itu Sob,
kita harus membentuk pansus, seperti para anggota dewan mencari kesaksian
koruptor,”tukas Azeva.
Tim khusus yang kami
bentuk ini hanya mempunyai satu misi yaitu perjuangan mengikat seutas tali cinta
sahabat kami tercinta yang telah terlanjur usia, Lara Saktiawan . Pansus
pencari cinta yang beranggotakan Yuliansyah, Azeva dan Aku ini bertugas untuk
menyelidiki apakah Iin sudah terperangkap dalam jurang cinta kumbang lain atau
belum.
Gayung pun bersambut,
setelah beberapa hari Pansus menyelidiki, rupanya ia masih tak bertuan. Tak ada
kumbang yang berani mendekati kelopak hati Iin kecuali Qiki. Qiki juga sudah
lama menaruh hati pada sosok ini, tapi tidak terendus oleh media mata dan
telinga khalayak publik. Maklum saja, Qiki kurang berani untuk hal-hal yang
demikian karena ia merupakan adek letting kami. Mungkin karena alasan itulah,
ia tak tertangkap basah dalam persoalan cintanya selama ini.
Kami terus memantau
tentang perkembangan kehidupan cinta Iin sehingga Lara kelak bisa melakukan
agresi ke hati Iin. Setelah riset yang kami lakukan ini berlangsung lama, terkuaklah
rahasia bahwa Iin telah mengetahui kalau Qiki menaruh sikap yang simpati padanya.
Fakta yang sangat
menyesakkan dada yang kami dapatkan, sekali waktu ketika Iin berulang tahun
yang ke-20, Qiki memberikan hadiah ulang tahun yang special. Tapi entah si Iin
menyukainya atau bahkan bisa jadi, hadiah itu di beri sayap lalu terbang ke
selokan dekat rumahnya.
Lalu kami berkesimpulan
bahwa, Qiki tidak lah menjadi batu sandungan karena bisa terpeleset dengan
mudah dalam mengeksekusi cinta pada Iin. “How
Poor are You, Buddy !!!”, kami bersorak ria. Aku berfikir keras bagaimana
harus bisa menyelesaikan misi “mulia” ini dalam rangka membantu sesepuh Iwan
Fals yang haus akan dahaga cinta kepada Iin. Aku berunding dengan tim bagaimana
sepatutnya bisa memberikan umpan silang untuk Lara dalam memuluskan niatnya
itu.
Pada saat kami
berunding tanpa sengaja telinga yang berpemancar luas menangkap siaran lain
yang kurang berpihak pada misi kami.
“Iin dengan Indra cocok
banget ya, sama-sama setia. Bersatu sudah, Tn. Setiawan dan Ny. Setiawati,
bagaikan Rama dan Shinta dalam cerita Ramayana”. Begitulah untaian kata yang
berlari cepat menerobos masuk ke ruang perundingan kami.
Dalam ruangan itu kami
semua terhentak setelah mengerti keadaan kalau Indah Setiawaty alias Iin, bunga
idaman mahasiswa di kampus kami telah di pinang oleh Indra Setiawan, seorang pengusaha
keturunan China dari negeri seberang. Napas kami seakan berhenti ketika
mengetahui misi yang hampir sukses ini, karam di lautan tenang. Entah bagaimana
penjelasan yang harus kami sadurkan untuk menyenangkan hati Lara yang akan
pasti remuk redam dengan keadaan ini.
*************************************************
“Wahai Lara, hapuslah semua lara-mu, selipkanlah
sebait lagu Iwan Fals “Izinkan Aku Menyanyangimu” untuk
mengobati luka hatimu. Walau “Entah” kapan luka itu akan terbang
dari hatimu. Tapi yakinlah, masalah cinta mu dengan Iin adalah “Sesuatu
Yang Tertunda” karena kamu “Masih Bisa Cinta” sampai kau “Mabuk
Cinta”. Karena “Kemesraan” itu akan hadir pada
waktu “Yang Tersendiri” sehingga
“Jangan Tutup Dirimu” untuk “Yang Tercinta”. Ia mungkin
bisa hadir, melesat tajam “Seperti Mata Dewa” pada saat “Yang
Tak Pernah Terbayangkan”.
Itulah sebait kata-kata
lusuh yang kami layangkan ke telinga Lara yang sudah tak bisa menahan lagi
kesedihan mendengar berita duka itu. Seakan sia-sia perjuangan cinta Lara
selama ini. Seperti biasa, seseorang yang sedang patah hati, hanya tatapan
kosong yang tersaji di sisi wajah yang berpeluh itu.
@Roemah Reinza
02.55 AM (11 February
2012)
Comments
Post a Comment