Teratur dan Beraturan

            Kita hidup didunia itu harus teratur. Tidak boleh ada yang saling mendahului. Begitulah kata pesan lama. Semua yang kita perbuat punya aturan tersendiri. Kita sudah diperkenalkan dengan aturan-aturan tertentu sejak sebelum kita direncanakan untuk di”ada”kan. Ketika kita dalam kandungan, muncul lagi aturan. Mulai dari aturan minum susu “Lactamil” secara teratur. Menjalani pemeriksaan secara teratur dan lain-lain. Setelah kita lahir, inilah masanya dimana kita dihadapkan dengan berbagai aturan. Mulai mengganti popok secara berkala, pemberian ASI secara teratur. Ah pokoknya ribet.
            Pada saat kita balita, sudah barang tentu mustahil kita tidak pernah sakit. Disini kembali muncul aturan meminum obat secara teratur. Ada yang sehari sekali. Dua kali sehari. Bahkan ada yang tiga hari sekali. Ini aturan yang paling parah menurut saya. Begitu pun juga dalam aspek lainnya.misalnya dalam hal makanan. Ketika kita mengkonsumsi mie instan. Pada bagian belakang labelnya sudah tertera tentang bagaimana aturan pakainya. Ada tanggal kadaluarsanya, ada aturan penyajiannya.
            Disekolah juga banyak aturan yang harus kita patuhi. Semisal, tidak boleh terlambat, harus menjaga kebersihan lingkungan, harus saling menghargai. Tidak boleh ada yang saling membenci. Dan yang paling ngenes itu, kalau ada aturan tidak boleh jatuh cinta terhadap guru sendiri. Karena saya yakin, ada dari Pembaca yang pernah jatuh cinta pada guru sendiri. Begitulah aturan yang beraturan. Kata lainnya, teratur dan beraturan. Sungguh indah bukan.
            Contoh di atas merupakan beberapa contoh “teratur dan beraturan” yang normal kita lihat. Namun ada beberapa “teratur dan beraturan” yang kelihatan aneh bin nyeleneh. Saya mencontohkan diri saya sendiri. Hidup saya sangat teratur, namun jangan diteladani. Saya bekerja mulai dari pukul 5 sore hingga pukul 11 malam. Sepulang dari tempat kerja, saya menghidupkan laptop lalu mengetik beberapa paragraf tulisan. Setelah itu saya tidur hingga pukul 7 pagi. Saya pergi ke kampus, tepatnya ke kantin. Ditemani segelas kopi, saya menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam disana. Dan begitulah seterusnya.
            Lain halnya dengan teman saya. Ia menghabiskan malamnya di kedai kopi selama 8 jam. Kira-kira ia mulai duduk disana pada pukul 8 malam hingga pukul 4 pagi. Ia pulang lalu tidur. Ia terjaga pada pukul 12 siang. Ia melihat matahari sebentar. Lalu ia pergi lagi ke kedai kopi. Dan keadaan itu terus berlanjut.
            Sungguh sangat teratur dan beraturan bukan? Sudah terjadwal sebagaimana kehendaknya. Itulah yang disebut dengan “teratur dan beraturan”. Dan saya pesankan untuk jangan sekali-kali mencobanya di kehidupan Pembaca.
           




Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +