Pesan Yang Terlupa
Hidup
ini penuh keberkahan apabila dijalani dan disyukuri secara baik dan benar.
Mungkin pernyataan ini agak klise. Kita tidak bisa memungkiri pada zaman
sekarang, hidup itu ditentukan oleh materi sekaligus relasi. Teknologi media
dewasa ini sangat berperan dalam perkembangan peradaban modern. Jika saudara
berani menampik realita ini, saya sarankan saudara untuk lebih peka terhadap
kehidupan. Pada zaman ini, kita sudah banyak melupakan petuah-petuah lama. Kita
terlanjur terjebak dalam kehidupan yang sangat hedonisme. Kita justru
menyepelekan perkataan orang-orang tua yang hidup jauh sebelum kita.
Hari ini saya tersentak dengan sebuah pernyataan seorang teman saya yang sangat brilian. Pernyataan itu kembali membuka lembaran pesan lama namun tidak ketinggalan zaman. Bunyi petuah lama itu kira-kira begini, “Hai Nyak, bek ka meurukok, eunteuk jeut keu pancuri. Dan bek ka meucewek, eunteuk ji lakee meukawen.” Yah, begitulah kata-kata yang keluar dari mulut teman saya. Sambil tertawa, saya kembali memutar otak. Saya sudah sangat lupa dengan pesan tersebut. Bagaimana dengan Saudara? Apa saudara masih ingat dengan pesan itu? Ataupun pesan itu tidak pernah terjangkau oleh telinga Saudara? Asumsi saya, bila pesan tersebut tidak pernah Saudara dengar, berarti Anda sangat di “sayang” (baca: manja : Aneuk agam saboh, Seumbahyang hana geuyue, b** hana geukoh) oleh orang disekitar Anda.
Terakhir kali saya mendengar petuah itu adalah ketika berumur 15 tahun. Kira-kira 8 tahun yang silam. Sudah sangat lapuk dimakan zaman, bukan? Untung ada teman saya yang mengingatkan kembali. Sekarang mari kita telusuri jejak rekam pesan tersebut.
"Hai Nyak, bek ka meurukok, eunteuk jeut keu pancuri. Dan bek ka meucewek, eunteuk ji lakee meukawen.” Pesan yang sangat simple namun punya peranan besar dalam kehidupan. Mengapa kita diingatkan untuk tidak merokok? Dan apa hubungannya merokok terindikasi akan menjadi pencuri? Setiap orang pasti sangat tahu bahwa merokok itu menyebabkan kecanduan yang luar biasa. Bagi perokok aktif, tidak ada kata meninggalkan kecuali mengurangi. Apabila Saudara yang sudah mengenal rokok sebelum masanya, maka hampir pasti Saudara akan mengilah daya untuk memenuhi kecanduan terhadap rokok. Sekali dua kali, mungkin masih bisa kita meminta sama teman. Untuk ketiga kalinya, harus berusaha sendiri. Salah satu jalan pintasnya adalah mencuri. Mencuri dalam skala kecil. Yang namanya mencuri itu tetap haram hukumnya di mata negara apalagi agama.
Sedangkan untuk permasalahan “meucewek” ini yang saya kira lebih bahaya lagi. Kalau Saudara sudah mengerti, jangan lakukan lagi. Jika belum mengerti pesan ini, bacalah penjelasan singkat saya. Kita dilarang “meucewek” adalah untuk menghindari hal-hal yang diluar kuasa akal sehat kita. Kita sedikit kurang pandai dalam mengelola nafsu kita. Tentunya dalam proses “meucewek”. Sudah banyak contoh kasus dimana terjadi pemerkosaan, pelecehan seksual, hamil diluar nikah akibat “meucewek”. Berawal dari buet pura-pura, kajeut keu makhluk yang bersuara. Otomatis bagi si perempuan yang menjadi korban ( walaupun sama-sama suka) akan meminta pertanggungjawaban kepada kita. Jalan pintasnya adalah (terpaksa) menikahinya. Kita (laki-laki) selaku aktor utama - mau tidak mau - dihadapkan setidaknya dua hal yang sangat besar yaitu tanggungjawab terhadap kepada si perempuan dan juga menanggung aib keluarga.
Begitulah sedikit penjelasan dari petuah lama yang terlupa. Orangtua kita sudah jauh-jauh hari memikirkan kemashlatan hidup anak cucunya. Hanya kita saja (pura-pura) melupakannya. Ini menjadi I’tibar untuk saya sendiri juga teman-teman seperjuangan saya. Untuk hal menikah, apabila saudara sudah siap lahir bathin, datanglah ke keluarga si calon untuk meminangnya. Tidak perlu lah “meucewek-cewek” dalam jangka waktu yang lama. Nanti keburu habis nikmat pernikahan sebelum masanya. Kan sangat disayangkan, Kawan.
Hari ini saya tersentak dengan sebuah pernyataan seorang teman saya yang sangat brilian. Pernyataan itu kembali membuka lembaran pesan lama namun tidak ketinggalan zaman. Bunyi petuah lama itu kira-kira begini, “Hai Nyak, bek ka meurukok, eunteuk jeut keu pancuri. Dan bek ka meucewek, eunteuk ji lakee meukawen.” Yah, begitulah kata-kata yang keluar dari mulut teman saya. Sambil tertawa, saya kembali memutar otak. Saya sudah sangat lupa dengan pesan tersebut. Bagaimana dengan Saudara? Apa saudara masih ingat dengan pesan itu? Ataupun pesan itu tidak pernah terjangkau oleh telinga Saudara? Asumsi saya, bila pesan tersebut tidak pernah Saudara dengar, berarti Anda sangat di “sayang” (baca: manja : Aneuk agam saboh, Seumbahyang hana geuyue, b** hana geukoh) oleh orang disekitar Anda.
Terakhir kali saya mendengar petuah itu adalah ketika berumur 15 tahun. Kira-kira 8 tahun yang silam. Sudah sangat lapuk dimakan zaman, bukan? Untung ada teman saya yang mengingatkan kembali. Sekarang mari kita telusuri jejak rekam pesan tersebut.
"Hai Nyak, bek ka meurukok, eunteuk jeut keu pancuri. Dan bek ka meucewek, eunteuk ji lakee meukawen.” Pesan yang sangat simple namun punya peranan besar dalam kehidupan. Mengapa kita diingatkan untuk tidak merokok? Dan apa hubungannya merokok terindikasi akan menjadi pencuri? Setiap orang pasti sangat tahu bahwa merokok itu menyebabkan kecanduan yang luar biasa. Bagi perokok aktif, tidak ada kata meninggalkan kecuali mengurangi. Apabila Saudara yang sudah mengenal rokok sebelum masanya, maka hampir pasti Saudara akan mengilah daya untuk memenuhi kecanduan terhadap rokok. Sekali dua kali, mungkin masih bisa kita meminta sama teman. Untuk ketiga kalinya, harus berusaha sendiri. Salah satu jalan pintasnya adalah mencuri. Mencuri dalam skala kecil. Yang namanya mencuri itu tetap haram hukumnya di mata negara apalagi agama.
Sedangkan untuk permasalahan “meucewek” ini yang saya kira lebih bahaya lagi. Kalau Saudara sudah mengerti, jangan lakukan lagi. Jika belum mengerti pesan ini, bacalah penjelasan singkat saya. Kita dilarang “meucewek” adalah untuk menghindari hal-hal yang diluar kuasa akal sehat kita. Kita sedikit kurang pandai dalam mengelola nafsu kita. Tentunya dalam proses “meucewek”. Sudah banyak contoh kasus dimana terjadi pemerkosaan, pelecehan seksual, hamil diluar nikah akibat “meucewek”. Berawal dari buet pura-pura, kajeut keu makhluk yang bersuara. Otomatis bagi si perempuan yang menjadi korban ( walaupun sama-sama suka) akan meminta pertanggungjawaban kepada kita. Jalan pintasnya adalah (terpaksa) menikahinya. Kita (laki-laki) selaku aktor utama - mau tidak mau - dihadapkan setidaknya dua hal yang sangat besar yaitu tanggungjawab terhadap kepada si perempuan dan juga menanggung aib keluarga.
Begitulah sedikit penjelasan dari petuah lama yang terlupa. Orangtua kita sudah jauh-jauh hari memikirkan kemashlatan hidup anak cucunya. Hanya kita saja (pura-pura) melupakannya. Ini menjadi I’tibar untuk saya sendiri juga teman-teman seperjuangan saya. Untuk hal menikah, apabila saudara sudah siap lahir bathin, datanglah ke keluarga si calon untuk meminangnya. Tidak perlu lah “meucewek-cewek” dalam jangka waktu yang lama. Nanti keburu habis nikmat pernikahan sebelum masanya. Kan sangat disayangkan, Kawan.
Comments
Post a Comment