Ra, Dengarkan Saja V
Ra, kamu sudah siap bersolek belum? Jangan lama
sekali. Nanti kamu akan telat lho ke kampusnya. Kamu tahu kan dosenmu hari ini
sedikit killer. Kamu sering bercerita tentang dosenmu yang satu ini. selain
itu, secantik apapun kamu bersolek, cantik alamimu akan tetap ku banggakan. Itu
yang mesti kamu ingat, Ra. Ra, kamu tidak perlu bersusah payah untuk menyaingi
gadis yang ku ceritakan kemarin ketika kita bercengkrama di kolam kampus. Iya,
gadis yang kemarin itu ku ceritakan padamu, yang dia punya paras cantik hasil
solekan tebal bedak import bermerek singapura. Ingat kan kamu? Kalau kamu tidak
ingat akan ku ceritakan lagi ya.
*****
Gadis itu sebenarnya kakak kelas aku sewaktu sekolah
dulu. Kami berjumpa saat kami bertukar buku dalam pustaka. Semacam cerita FTV,
tapi ketika itu aku belum sempat menonton FTV. Aku sibuk dengan duniaku. Jadi waktu
itu, dia salah mengambil buku, kebetulan kami semeja. Dia bermaksud mengambil
buku catatannya, namun apalah daya, dia mengambil buku catatanku. Dan di situ
ku tuliskan beberapa cerita singkat tentangmu. Ah, aku ingat betul ketika dia
malu-malu mengembalikan buku itu. Aku mulai mencuri kesempatan. Ku tatap
matanya dalam-dalam. kamu tentu sangat paham bagaimana ku tatap matamu hingga
kamu tersipu malu. Begitu juga dengan gadis itu, Ra. Dia tersipu malu, dan
pipinya, yang juga kebetulan merah, bertambah-tambah merah merekah. Bisa kamu
bayangkan bukan, Ra?
Ra, ini bulu matamu tertinggal. Pakaikan segera ya. Cerita
kami tidak berakhir di situ, seperti bulu matamu yang tertinggal, Ra. Hubungan kami
berlanjut selama beberapa bulan. Kami sudah sering mengatur janji untuk bertemu
atau sekedar jalan-jalan di malam minggu, atau pun jogging di paginya. Kami juga
beberapa kali keluar untuk “candle light” kalau istilahmu yang sering kamu
sematkan untuk penyedia listrik negara ketika padam listrik. Ya, kami sering
makan bersama di beberapa (layak disebut) restoran mahal.
Sedikit bocoran, setelah hubungan itu berlanjut
beberapa bulan, aaku baru tahu bahwa umurnya terpaut jauh dariku. Sekitar 2
tahun, sepertinya begitu. Yang namun dia tetap terlihat lebih muda dariku. Kamu
tahu alasannya kan. Benar sekali, dia penyuka komestik import. Pernah sekali waktu
dia memakai lipstick yang rona merahnya itu melebihi rona merah di aplikasi
kamera di smartphone zaman sekarang. Hijabnya, ya hijab, kata orang-orang
begitu, pun sangat mencolok untuk dipandang mata. Sering kali aku merasa risih
ketika berdua dengannya. Namun aku tidak ambil peduli karena aku tidak menaruh
perasaan apa-apa terhadapnya. Hanya teman sahaja. Perlu kamu garis bawahi,
teman saja. No more than friend.
****
Tepat setelah enam bulan dari awal perjumpaan kami,
malam itu, dia membuat pengakuan “dosa”. Dia mulai memendam perasaan
terhadapku. Ya perasaan lebih. Bukan sekedar
perasaan antar sesama teman apalagi perasaan antara kakak dan adik. Aku mendengarnya
secara seksama, dengan perasaan yang tak karuan. Dia mulai menjelaskan secara
sangat gamblang. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Aku hanya diam dengan hati tak menentu, antara menerima cintanya atau pun
membiarkan saja mengalir begitu seolah tidak terjadi apa-apa. Kamu tentunya
jauh lebih mengerti daripada aku, karena kamu perempuan.
Akhirnya keputusan pun ku ambil, untuk menganggapnya
sebagai teman biasa, Ra. Tidak ada kemungkinan bagiku untuk menerima
perasaannya itu. Tidak mungkin sama sekali, apalagi dia itu perempuan yang
mempunyai “kelas” tersendiri. Jangan tersenyum begitu, Ra. “Kelas”ku ya seperti kamu,
yang menerimaku memakai sandal jepit walaupun ke undangan walimah-nya anak
walikota.
****
Sejak setelah malam itu, dia mulai menjauh denganku.
terakhir ku dengar kabar dia sudah melangsung pernikahan dengan salah seorang
pengusaha, kolega ayahnya. Aku yakin dia bahagia, karena dia sudah sekelas
dengan suaminya.
Akhirnya dandananmu kelar juga ya. Kamu cantik, tapi
akan lebih cantik tanpa embel-embel bedak dari Singapura itu, Ra. Ku tunggu
kamu di pintu depan ya, Ra.
Baca Juga : Ra, Dengarkan Saja IV
Comments
Post a Comment