Ra, Dengarkan Saja IV

Ra, tolong ambilkan kopi untukku ya. Badanku terasa kurang enak malam ini, Ra. Anginnya terlalu ganas untuk badanku. Aku lelah, Ra. Boleh tidak kau berbagi bahumu walaupun hanya sesaat? Aku sangat lelah, Ra. Benar-benar lelah. Terima kasih, Ra.

Ra, aku teringat dia, gadis yang pernah ku ceritakan sekilas kala itu. Kamu masih ingat? Itu lho gadis dari negeri nun jauh itu. Kamu tahu tidak aku pernah benar-benar terkesima dengan tingkah polahnya. Kala itu kami sering berbagi cerita, bercerita tentang impian kami yang sama-sama ingin mengunjungi museum di Leiden, Belanda. Ya, kamu benar sekali, museum itu banyak menyimpan kisah sejarah kita, bangsa Aceh. Begitu kata orang-orang di dunia nyata maupun maya.

Aku mengenal gadis itu secara tidak sengaja, Ra. Ketika itu, matahari sore merah saga, aku sedang menyendiri di bawah pohon mangga. Dia pun berpapasan denganku. aku yang terlanjur menyapanya mulai terciut diam seribu kata. Tapi bukan aku namanya kalau tidak pandai berpura-pura bak bunglon yang berubah warna. Ya, benar adanya, keadaan pun mulai mencair dan kami saling melempar tawa dengan air muka cerah ceria.

            *******
Setelah beberapa bulan, kami sering berbagi cerita bersama, baik di waktu senggang ataupun sedang dalam diskusi lepas bersama teman lainnya. Sebenarnya umurnya sangat jauh terpaut dengan umurku, sekitar dua hingga tiga tahun. Aku tidak tahu angka yang pasti. Yang penting sekarang kami sudah saling berkomunikasi dengan sangat intens.

Pun komunikasi dan kebersamaan kami sudah terlalu dekat, aku sangat menaruh respect terhadap sosok yang satu ini. dia berbeda dari pada banyak gadis di sekitar. Kesehariannya yang sangat pendiam, kecuali denganku. selai itu dia juga sudah istiqamah dengan pakaian yang serba tertutup, di balut dengan jilbab yang besar dan juga cadar lembut yang melindungi wajahnya. Tidak seperti kebanyakan perantau lainnya. Contohnya terdekat ya kita, Ra.
            *******

Sekali waaktu, aku pernah tertawa terpingkal-pingkal di buat olehnya. Betapa tidak, dia bercerita tentang awal kisah perantauannya ke negeri Iskandar Muda. Kamu tahu tidak, Ra, kalau dia salah pilih universitas saat itu. Maka luluslah ia di fakultas impian sejuta gadis negeri kita, FK. Kamu juga pernah kecantol untuk menimba ilmu di sana, bukan? Ra, kopiku sudah habis, kita keluar ke serambi depan saja. di sana akan ku ceritakan lebih lanjut dan aku pun sudah sedikit mempunyai tenaga lagi. Kita juga bisa menikmati beberapa gemintang dan purnama yang menawan. Kamu setuju kan? Romantis, anak muda di luar sana bilang begitu.
            ******

Benar kan seperti ucapankku, mala mini terlalu indah untuk di lewat, Ra. Baiklah, ku teruskan ceritaku. Tentang ceritaku di awal tadi, tentang impian kami mengunjungi museum dan beberapa tempat wisata di negeri Belanda. Salah satunya Leiden. Benar sekali, Ra. Secara tidak sengaja, di akhir pertemuan kami. Kami bercerita panjang lebar. Katanya, dia sudah menulis beberapa impiannya di catatan hariannya. Katanya lagi, Belanda itu indah karena bunga tulipnya (kata adikku, tulip berasal dari Turki) di musim semi, indah dengan karya sejarah dan juga ketertibannya. Spontan saja, ia juga bertanya tentang impianku. Ku jawab saja, aku ingin ke Rusia. aku bercerita tentang indahnya lapangan Kremlin, yang berhadapan langsung dengan katedral St. Basil. Apalagi ketika perayaan tahunannya yang penuh warna-warni. Lagak ku seolah tahu semuanya, padahal aku cuma tahu tentang dua tempat itu saja.

Setelah hari itu, kami tidak pernah bersua lagi. Terakhir ku dengar berita dia sudah kembali ke kampung halamannya. Dia melanjutkan studinya di sana. Dan sekarang dia sudah menjadi sarjana. Alhamdulillah. Kamu setuju denganku, Ra? Setuju saja, supaya hatiku senang, untuk kali ini saja. Ra. Ra. Ra. Bangun. Jangan tidur di sini, tidak baik untuk kesehatanmu. Banyak nyamuk lho, Ra. Rebahkan badanmu  perlahan-lahan, supaya aku mudah membawamu masuk ke dalam.  

Baca juga Ra, Dengarkan Saja III


    

Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +