Ra, Dengarkanlah Saja XIX

Ra, aku cuma mau mengingatkan kalau hari ini sepuluh tahun yang lalu kita saling bertukar pandang. Kamu melihat ke arah barat aku melihat ke arah timur, lalu kornea mata kita berjumpa pada titik yang sama yaitu keyakinan dan keikhlasan. Kita membangun hubungan kala itu sangat tidak mudah. mulai dari sikap temperamen aku yang tidak karuan dan juga kadar kecemburuan kamu yang luar biasa. Aku bisa memaklumi itu, karena kita sama-sama berada pada ego masing-masing yang masih tinggi. Apalagi saat beberapa hari sebelum aku melamarmu, aku sempat kebingungan dan aku hendak ingin pergi lagi. Kamu ingat kan peristiwa bodoh itu. Terkadang aku memang benar-benar bodoh pada banyak hal, Ra. Harap maklumi saja ya. Ra, kamu tahu tidak berapa besar sikap respek aku terhadapmu ketika aku berjumpa denganmu dulu. Sikap respek ku terhadapmu sangat besar hingga aku tidak berani berbicara bertatap wajah denganmu. Aku tidak tahu mengapa itu terjadi. Mungkin kamu lebih dewasa daripada aku, Ra. Anggap saja begitu.

Ra, seingatku sudah 17 orang perempuan yang sudah ku ceritakan padamu. Tujuh belas cerita perempuan yang pernah dengan hingga jatuh cinta baik secara diam-diam bahkan terang-terangan. Dari yang sempat pacaran sampai yang bertepuk sebelah tangan, hingga aku menemukanmu, cinta terakhirku. Beberapa di antara mereka, sampai saat ini, masih menjaga hubungan baik dengan keluarga kita. dan selebihnya aku sudah tidak tahu dimana rimbanya. Ah, tidak terlalu penting. Lagian kita sudah sangat bahagia dalam ikatan ini.

Ra, sebelum aku bercerita tentang kisah kelam masa laluku selanjutnya, tolong buatkan kopi dulu. Kopinya ada di sudut lemari yang baru kamu beli sebulan yang lalu. kamu sangat pandai dalam memilih dan memilah, seperti kamu berani dengan tegas untuk memilihku sebagai pendamping hidup. Padahal kamu bisa menerima orang lain yang lebih bersinar daripada aku.
            ****
Oke Ra, terima kasih. Kopinya agak pahit di awal tapi manis di ujung. Begitulah kehidupan, semua ada hikmahnya, Ra. Berbicara tentang hikmah, dulu aku mengenal seorang gadis kecil yang parasnya lumayan cetar. Aku berkenalan dengannya ketika masih ingusan. Umur kami berselang sekitar 5 tahun. Aku mengenalnya secara tanpa sengaja, dari dunia maya. Dia sempat beberapa kali, ketika masih sekolah, curhat tentang pacarnya. Dan solusi pun berkali-kali aku usulkan. Putuskan saja, kataku. Sudah seperti motivator yang karang buku itu lho, Ra. Kamu tahu kan. Beberapa kali dia sempat menangis juga. Mengingat sikapku yang nyeleneh, terkadang aku memberi solusi yang tidak masuk akal juga. Setelah beberapa lama, komunikasi kami sempat terputus. Dikarenakan dia sibuk degan sekolahnya. Katanya sih sekolah berasrama, aku juga tidak tahu persisnya bagaimana. Apa peduli ku coba, aku tidak berteman dengan sekolahnya juga kan. Aku berteman dengan dia seorang. Logisnya kan begitu, Ra.

Ra, ayo kita seruput lagi kopi buatanmu. Supaya kamu tidak mengantuk sampai aku menyelesaikan ceritaku. Oke, oke. Please, Ra. Satu jam lagi aja, ya. Sebagai gantinya besok aku akan memasak lauk kesukaanmu. Selanjutnya hubungan silaturrahmi kami berlanjut ketika dia sudah mengijinkan bangku kuliah. Dan aku sudah hampir tamat kuliah. Perlu kamu garis bawahi, hampir. Pada saat itu kata-kata keramatnya adalah hampir. Saat itu tanpa sengaja aku melihat laman Facebooknya. Aku melihat beberapa status di linimasanya. Dan aku memberanikan diri untuk mengirimkan pesan untuk sekedar bertukar kabar. Harapannya selayaknya dib alas, dan benar saja, dia membalas pesanku. Kami mulai kembali akrab. Kali ini aku yang mulai sering curhat tentang para perempuan yang dekat denganku, tidak termasuk kamu. Kamu spesial, tidak perlu di umbar ke sana kemari.

Pernah sempat ku ceritakan tentang rencanaku kuliah diluar negeri, melihat gedung-gedung pencakar di sana. Motivasi tentang kuliahku juga tertular pada gadis itu. Dia berniat untuk lulus dengan predikat terbaik serta mengikuti jejak langkahku. Selain itu, Ra, kami sempat membuat perencanaan untuk sebuah perjalanan yang jauh, melintasi beberapa pulau. Walaupun hingga saat ini belum sempat tercapai.

Ngomong-ngmong tentang kabarnya gadis itu, sekarang dia sedang menempuh kuliah S3 nya di dataran eropa. Katanya dia sedang menempuh disiplin ilmu ekonomi islam di sana. Nilainya juga tidak kalah bagus dengan mahasiswa tempatan. Selebihnya kamu kan sudah membaca isi email dari gadis itu, Ra. Kamu tidak perlu cemburu lagi ya, aku sudah sangat terbuka padamu, istriku. Terima kasih, Ra atas waktunya malam ini. Besok ingatkan aku tentang janji masakanku. Akhir-akhir ini aku sering lupa tentang janjiku. Semoga saja janji suci ku terhadapmu tetap ku ingat dalam ingatanku sepanjang masa. Ini kopi beberapa teguk lagi, engkau minum seteguk aku minum dua teguk, sebelum kita beranjak shalat dan tidur.







Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +