Ra, Dengarkanlah Saja XX
Ra, kamu ingat tidak penggalan lagu iklan salah satu
produk pembersih wajah kaum hawa suatu masa dulu. Kalau kamu lupa, boleh aku
tirukan lagi, kira-kira begini, “Walau badai menghadang, ingatlah ku kan selalu
setia menjagamu, berdua kita lewati jalan yang berliku tajam.” Kamu sudah ingat
sekarang? Yang kamu perlu tahu, setiap aku memutar memori tentang lagu itu, aku
selalu ingat jerawatmu 10 tahun yang lalu. Ah, Ra jangan kau pukul aku begitu,
sakit tahu. Aku bercanda kok. Kamu mau tahu yang sebenarnya? Setiap aku
mendengar lagu itu, aku secara teratur mengucapkan syukur kepada Tuhan atas
pertemuan yang dihadiahkan untuk kita. kamu tentu sangat paham kan bagaimana
kondisi emosional aku yang kadang-kadang tidak stabil. Sepertinya aku sudah
menceritakannya sekali waktu di awal pertemuan kita. kamu sudah banyak
mendewasakan aku dan yang lebih penting engkau punya andil dalam mendekatkan
aku kepada Pencipta kita. Ya, itu yang paling penting, Ra. Terima kasih, Ra.
Ra, aku teringat satu hal ketika aku masih remaja. Seperti kebanyakan remaja lainnya, jatuh cinta pada lawan jenis adalah hal yang lumrah. Kata orang sih cinta monyet. Tapi aku tidak sempat jatuh cinta dimasa itu. Itulah kekuranganku, Ra. Aku benar-benar khilaf karena melewatkan fase cinta monyet seperti orang kebanyakan. Dan anehnya aku merasakan cinta monyet di saat umur duapuluhan. Aku menyebutnya cinta bapak monyet. Kamu jangan ketawa begitu dong, Ra. Aku jadi malu lho. Ceritanya sih begini, Ra. Dulu aku sangat senang menulis puisi, puisi apa saja. Aku menyukai beberapa bacaan sastra kiri. Aku sangat meyakini bahwa penyuka sastra akan sangat dekat dengan perempuan. Karena membina sebuah hubungan seorang perempuan banyak dipengaruhi oleh citarasa sastra, Ra. Dalam kesukaanku menulis puisi, aku menuliskan beberapa puisi cinta untuk seseorang yang sangat ku kagumi kala itu. Kebetulan dia juga penyuka sastra. Katanya sih, dia salah seorang yang pernah menjuarai beberapa lomba baca puisi hingga tingkat provinsi. Aku sih tidak menelan kabar burung itu secara mentah-mentah. Aku mulai menelusuri sosok yang ku kagumi itu. Sedikit ku ceritakan tentang perempuan itu, dia tinggi semampai, pintar bergaul dan yang paling penting dia memiliki satu keistimewaan yaitu rambut patah mayangnya yang sangat menggoda. Itu yang membuatku benar-benar kagum dan terpikat. Kamu tentu bertanya-tanya, bagaimana bisa aku mengetahui rambut patah mayangnya itu? Ya, saat itu dia tidak pernah memakai tudung, dan ya seperti itu. Wanita modern, seperti kata perempuan kota kebanyakan.
Ra, cerita selanjutnya, aku melakukan pengintaian beberapa minggu, dan tepat di akhir bulan November aku memberanikan diri untuk berkenalan dengannya. Dan tanggapannya itu lho, diluar dugaanku. Dia sangat ramah dan lepas begitu saja, walaupun sesekali aku sempat kehabisan topik pembicaraan. Speechless. Baru kali itu kehabisan kata-kata ketika berkenalan dengan perempuan yang aku sukai.
Hari-hari selanjutnya adalah hari keberuntunganku. Kamu tentu sudah bisa membayangkan bagaimana kelihaianku dalam bermain kata walaupun belum sepandai sekarang. Beebrapa minggu setelahnya, aku mulai sering duduk semeja untuk diskusi pada beberapa kesempatan. Diskusi kami berkaitan dengan kajian sastra, khususnya puisi. Aku mulai memintanya untuk mengoreksi sense puisi yang ku buat setiap hari. Bahkan sekali waktu aku menumpuk berkas mentah puisi hingga beberapa puluh lembar. Dan dia pun terkejut bukan kepalang.
Ra, sebelum ku lanjutkan ceritaku, boleh tidak kamu tidur di pangkuanku sambil ku belai rambut patah mayangmu. Kamu pasti ingat ketika kita pergi untuk bulan madu setahun yang sudah lewat. Aku merindukan masa-masa itu. Terima kasih ya, Ra.
Kisahku selanjutnya dimulai dari tumpukan berkas puisi yang banyak itu. Dalam berkas itu aku menyelipkan satu puisi tentang ungkapan perasaan terhadap si gadis beramput patah mayang itu. Aku mengungkapkan kekagumanku terhadap pribadinya, kesehariannya dan juga fisiknya secara gamblang. Mungkin karena hasrat untuk memilikinya itu terlalu besar, jadi aku benar-benar dibuat mabuk oleh nafsu sesaat. Menurutku, ini pengaruh dari umur yang masih muda, barangkali begitu.
Menurutmu, bagaimana hasil kenekatanku itu? Berhasil atau tidak? Ya, kamu benar. Aku berhasil menarik perhatiannya dengan secarik kertas bekas puisi lama. Dan setelah itu kami merajut hubunngan yang sedikit lebih serius. Kalau aku tidak sa;ah ingat, hubungan kami bertahan selama setengah tahun saja. Hubungan yang baru seumur pisang itu berakhir karena kesibukan masing-masing. Aku sibuk dengan penjelajahanku ke berbagai kota sedangkan dia sibuk dengan berbagai workshop seni dan budaya khususnya di bidang puisi itu. Satu hal yang ku pelajari dari hubungan kami adalah kesempatan dan waktu bersama menjadi bagian penting dalam sebuah hubungan. Pada akhir-akhir pertemuan kami, dia sempat berpesan, “quality time itu hal utama dalam setiap hubungan. Baik buruknya sebuah hubungan di tentukan oleh seberapa intens kita berkomunikasi dan meluangkan waktu untuk bersama.”
Setelah pertemuan terakhir itu kami tidak pernah lagi bertemu. Kabar terakhir yang ku dengar dia tidak lagi menggeluti dunia sastra yang dia cintai itu. Dia sekarang sudah menjadi pengajar di salah satu yayasan yang bergerak dibidang pemberdayaan anak yatim piatu. Kabar baik lainnya, dia juga tidak lagi menggeraikan rambut patah mayangnya dimuka publik. Dia sudah taubat dan memakai hijab yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Kita tidak tahu untuk siapa dan kapan hidayah itu hadir. Dan Alhamdulillah sekali, bukan?
Ra, aku teringat satu hal ketika aku masih remaja. Seperti kebanyakan remaja lainnya, jatuh cinta pada lawan jenis adalah hal yang lumrah. Kata orang sih cinta monyet. Tapi aku tidak sempat jatuh cinta dimasa itu. Itulah kekuranganku, Ra. Aku benar-benar khilaf karena melewatkan fase cinta monyet seperti orang kebanyakan. Dan anehnya aku merasakan cinta monyet di saat umur duapuluhan. Aku menyebutnya cinta bapak monyet. Kamu jangan ketawa begitu dong, Ra. Aku jadi malu lho. Ceritanya sih begini, Ra. Dulu aku sangat senang menulis puisi, puisi apa saja. Aku menyukai beberapa bacaan sastra kiri. Aku sangat meyakini bahwa penyuka sastra akan sangat dekat dengan perempuan. Karena membina sebuah hubungan seorang perempuan banyak dipengaruhi oleh citarasa sastra, Ra. Dalam kesukaanku menulis puisi, aku menuliskan beberapa puisi cinta untuk seseorang yang sangat ku kagumi kala itu. Kebetulan dia juga penyuka sastra. Katanya sih, dia salah seorang yang pernah menjuarai beberapa lomba baca puisi hingga tingkat provinsi. Aku sih tidak menelan kabar burung itu secara mentah-mentah. Aku mulai menelusuri sosok yang ku kagumi itu. Sedikit ku ceritakan tentang perempuan itu, dia tinggi semampai, pintar bergaul dan yang paling penting dia memiliki satu keistimewaan yaitu rambut patah mayangnya yang sangat menggoda. Itu yang membuatku benar-benar kagum dan terpikat. Kamu tentu bertanya-tanya, bagaimana bisa aku mengetahui rambut patah mayangnya itu? Ya, saat itu dia tidak pernah memakai tudung, dan ya seperti itu. Wanita modern, seperti kata perempuan kota kebanyakan.
Ra, cerita selanjutnya, aku melakukan pengintaian beberapa minggu, dan tepat di akhir bulan November aku memberanikan diri untuk berkenalan dengannya. Dan tanggapannya itu lho, diluar dugaanku. Dia sangat ramah dan lepas begitu saja, walaupun sesekali aku sempat kehabisan topik pembicaraan. Speechless. Baru kali itu kehabisan kata-kata ketika berkenalan dengan perempuan yang aku sukai.
Hari-hari selanjutnya adalah hari keberuntunganku. Kamu tentu sudah bisa membayangkan bagaimana kelihaianku dalam bermain kata walaupun belum sepandai sekarang. Beebrapa minggu setelahnya, aku mulai sering duduk semeja untuk diskusi pada beberapa kesempatan. Diskusi kami berkaitan dengan kajian sastra, khususnya puisi. Aku mulai memintanya untuk mengoreksi sense puisi yang ku buat setiap hari. Bahkan sekali waktu aku menumpuk berkas mentah puisi hingga beberapa puluh lembar. Dan dia pun terkejut bukan kepalang.
Ra, sebelum ku lanjutkan ceritaku, boleh tidak kamu tidur di pangkuanku sambil ku belai rambut patah mayangmu. Kamu pasti ingat ketika kita pergi untuk bulan madu setahun yang sudah lewat. Aku merindukan masa-masa itu. Terima kasih ya, Ra.
Kisahku selanjutnya dimulai dari tumpukan berkas puisi yang banyak itu. Dalam berkas itu aku menyelipkan satu puisi tentang ungkapan perasaan terhadap si gadis beramput patah mayang itu. Aku mengungkapkan kekagumanku terhadap pribadinya, kesehariannya dan juga fisiknya secara gamblang. Mungkin karena hasrat untuk memilikinya itu terlalu besar, jadi aku benar-benar dibuat mabuk oleh nafsu sesaat. Menurutku, ini pengaruh dari umur yang masih muda, barangkali begitu.
Menurutmu, bagaimana hasil kenekatanku itu? Berhasil atau tidak? Ya, kamu benar. Aku berhasil menarik perhatiannya dengan secarik kertas bekas puisi lama. Dan setelah itu kami merajut hubunngan yang sedikit lebih serius. Kalau aku tidak sa;ah ingat, hubungan kami bertahan selama setengah tahun saja. Hubungan yang baru seumur pisang itu berakhir karena kesibukan masing-masing. Aku sibuk dengan penjelajahanku ke berbagai kota sedangkan dia sibuk dengan berbagai workshop seni dan budaya khususnya di bidang puisi itu. Satu hal yang ku pelajari dari hubungan kami adalah kesempatan dan waktu bersama menjadi bagian penting dalam sebuah hubungan. Pada akhir-akhir pertemuan kami, dia sempat berpesan, “quality time itu hal utama dalam setiap hubungan. Baik buruknya sebuah hubungan di tentukan oleh seberapa intens kita berkomunikasi dan meluangkan waktu untuk bersama.”
Setelah pertemuan terakhir itu kami tidak pernah lagi bertemu. Kabar terakhir yang ku dengar dia tidak lagi menggeluti dunia sastra yang dia cintai itu. Dia sekarang sudah menjadi pengajar di salah satu yayasan yang bergerak dibidang pemberdayaan anak yatim piatu. Kabar baik lainnya, dia juga tidak lagi menggeraikan rambut patah mayangnya dimuka publik. Dia sudah taubat dan memakai hijab yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Kita tidak tahu untuk siapa dan kapan hidayah itu hadir. Dan Alhamdulillah sekali, bukan?
Ra, begitulah akhir seluruh cerita hatiku dengan beberapa perempuan sebelum kamu. Malam-malam
selanjutnya aku tidak akan lagi menceritakan tentang perempuan yang mendekati ataupun ku dekati sehingga hadir benih cinta diantara salah-satu pihak ataupun kedua pihak. Dan kamu tidak perlu menaruh lagi rasa cemburu yang berlebihan terhadap kebiasan dan masa laluku yang sedikit runyam. Mungkin malam-malam selanjutnya kamu akan mendengar tentang pahit getir bagaimana aku memperjuangkan hubungan dengan beberapa sahabat, juga tentang kehidupan sekitar kita. karena kehidupan sekitar adalah sekolah sebenarnya.
selanjutnya aku tidak akan lagi menceritakan tentang perempuan yang mendekati ataupun ku dekati sehingga hadir benih cinta diantara salah-satu pihak ataupun kedua pihak. Dan kamu tidak perlu menaruh lagi rasa cemburu yang berlebihan terhadap kebiasan dan masa laluku yang sedikit runyam. Mungkin malam-malam selanjutnya kamu akan mendengar tentang pahit getir bagaimana aku memperjuangkan hubungan dengan beberapa sahabat, juga tentang kehidupan sekitar kita. karena kehidupan sekitar adalah sekolah sebenarnya.
Comments
Post a Comment