Rintihan Hati Zoya
Agar
dapat membahagiakan seseorang, isilah tangannya dengan kerja, hatinya dengan
kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang bermanfaat,
masa depannya dengan harapan, dan perutnya dengan makanan. Frederick E. Crane
Perempuan itu menggumam sendiri di
balik tirai jendelanya. Namanya Zoya. Perempuan ayu yang sedikit lebay. Sekali-kali ia melihat ponselnya.
Menuggu pesan singkat dari teman curhatnya. Ia sudah terbiasa curhat pada
seorang lelaki yang bernama Reinza. Memang belum lama ia berbagi cerita dengan Reinza.
Mereka juga belum lama dekat. Walaupaun sering bertemu di ruang kuliah. Tapi
kelihatannya ia cukup percaya terhadap Reinza. Entahlah. Pilihan hati cukup
sulit untuk di tebak.
Lelah
menunggu, ia merebahkan tubuhnya ke perbaringan sejenak. Banyak lara yang menghantui
jiwanya. Dari putus dari sang pacar, kecelakaan motor, di tinggalkan sahabat
hingga diam-diam salah seorang teman kampusnya menyatakan cinta kepadanya. Complicated. Raut wajahnya memang ceria.
Namun hatinya tak dapat menahan tangis. Terasa tercabik-cabik.
*****
Ketika ia
putus dari pacarnya, ia sempat bercerita kalau ingin cepat-cepat bangkit dari
keterpurukan.
“Aku harus
bangkit walau tak ada seorang pun yang membnagunkanku,” begitu katanya.
Hari kelamnya
mulai tertata sedikit lebih baik. Ia mula ceria kembali. Ke-lebay-annya mulai muncul ke permukaan.
Teriakannya mulai terdengar di kantin kampus. Kicauannya kembali merdu.
“Terima kasih
Tuhan”, Reinza bersyukur dalam hati.
*****
Akhir pekan
kemarin Zoya pulang ke kampung halamannya. Sekedar melepas rindu dengan
orangtua dan juga menyisihkan waktu untuk bersantai dari hiruk pikuk kegiatan
kuliah di ibukota. Sembari berharap keceriaannya pulih dengan sempurna. Ia
terlihat sangat menikmati liburan akhir pekannya di kampung. Ini terbaca dari
beberapa sms yang dikirimkannya kepada Reinza selama ia di kampung.
Hati yang
luka sudah hampir sempurna kembali pulih. Memang sudah saatnya untuk tidak
berlama-lama ramah dengan kesedihan, keterpurukan dan juga kemurungan.
Setelah menghabiskan
waktu bebarapa hari di kampung ia berencana kembali melanjutkan kesibukan
kuliah yang ia tinggalkan beberapa hari. Ia juga rindu akan hiruk pikuk dunia
kampus yang terkadang menyenangkan.
Beberapa jam
sebelum ia kembali dari kampung halamannya, Zoya sempat mengirim pesan singkat
tentang tugas kuliah.
“Kita gak ada
tugas kan ?”
“Gak ada,
Cuma di suruh resume beberapa bab tentang penelitian gitu. Kapan balik ?”
“Hari ini
lah. Ini lagi siap-siap. Pokoknya nanti kita jumpa di kampus.”
“Ok, balik
cepat-cepat, ya. Kangen tawu !!,” balas
Reinza dengan candaan garingya.
*****
Hari itu
Reinza pergi kuliah seperti biasa. Hatinya terlanjur bahagia karena bisa
berjumpa kemabli denagn Zoya. Melepas kangen menjadi misi utamanya. Ya,
walaupun Cuma beberapa tidak berjumpa dengan Zoya.
Maut tak
dapat di tolak, untung tak dapat di raih. ponsel reinza bergetar di sela jam
kuliah. Dengan santai Reinza membaca sms itu. Wajah riangnya kemudian menjadi
pucat pasi.
“Kalian sudah
keluar belum. Barusan aku kecelakaan di perempatan jalan. Sekarang aku lagi di
rumah sakit,” isi pesan dari zoya.
Spontan saja
reinza terdiam. Ia sangat khawatir terhadap keadaan Zoya. Setelah selesai
kuliah, Reinza bergegas menjenguk Zoya bersama teman-temannya. Sesampainya di
rumah sakit, ia melihat sosok Zoya yang terbaring lemas di ruang UGD.
“Zoya gak kenapa-napa
kan ? Ada yang luka gak?” Reinza
terlihat panik bukan main.
“Gak apa-apa kok,
Cuma kaki yang terkilir,” jawab Zoya pelan.
Kemudian
Reinza keluar dan membiarkan teman-teman perempuan yang menemani Zoya. Keadaan
yang kurang bersahabat kembali membayangi hidup Zoya. Memang tak ada yang
menyangka, kemalangan hartus menimpa Zoya. Beberapa jam kemudian Zoya di bawa
pulang kembali ke kampung halamannya untuk mendapat perawatan khusus dari
orangtuanya.
“Ya Allah,
semoga Zoya cepat sembuh”, Reinza memanjatkan sepatah do’a.
**********
Seminggu
kemudian, Zoya kembali kuliah. Kakinya sudah lumayan sembuh. Ia sudah bisa
berjalan tapi masih harus berhati-hati. Semua merasa sangat bahagia, Zoya sudah
kuliah kembali.
Dia masih tak
banyak bicara. mungkin karena menahan kakinya masih di perban. Pun begitu,
sikap lebay-nya kadang-kadang tak bisa tertutupi. Ya tidak masalah, selagi itu
bisa meredam sakit yang di bawa.
****
Seperti malam
biasa, Reinza dan Zoya sering sms-an. Namanya saja teman curhat. Walupun tak
ada topik khusus, kalau sudah larut dalam sms-an, dengan sendiri tergiring
dalam sebuah masalah yang bisa jadi tak direncanakan.
“ Aku
terpuruk ”
Hujan tak
turun, angin pun tak melambai. Pesan singkat dari Zoya muncul di ponsel bututnya
Reinza beberapa saat kemudian. Sudah bisa di tebak. Rasa sedih, tertekan,
kesendirian, bercampur aduk. Tinggal mencari tahu apa penyebabnya.
“Kenapa, Zoy
?” Tanya Reinza.
“Saat aku
diam salah, aku berkicau pun banyak yang protes. Apa sih maunya. Hidup ini
terlalu banyak permintaan. Serba salah. Ini gak boleh, itu itu gak boleh,”
jawab Zoya.
“Memangnya
kenapa, coba cerita” Reinza mencoba menganalisa bak seorang psikolog terkemuka.
“ Entahlah.
Waktu aku lagi sakit, gak ada yang peduli sama aku. Kata nya sahabat, eh malah
sepatah katapun tak keluar dari mulutnya,” balas Zoya sedih.
Usut punya
usut rupanya, Nova sahabatnya Zoya tak berbicara sepatah kata pun dengan Zoya
setelah kecelakaan itu. Seolah tak mabil peduli dengan keadaan Zoya yang
sekarang. Reinza mencoba untuk menenangkan Zoya. Sambil menghela nafas panjang
Reinza kembali membalas sms Zoya.
“Mungkin tak
berani nanya yang macam-macam dulu.
Kan Zoya masi kurang sehat,” Reinza memberi pengertian.
Namun di satu
sisi, Zoya ada benarnya. Apa salahnya menanyakan kabar sahabat yang sedang
terkena musibah. Yah, itulah dunia perempuan. Terlalu rumit untuk bisa di
mengerti oleh kaum adam.
“Aku ngerti, tapi kan setidaknya sepatah kata
kan bisa ia keluarkan untuk sekedar Say
Hello”, balas Zoya denagn menambahkan emoticon
sedih di ujung baris sms nya.
Reinza yang
matanya sudah mengantuk,menggiring Reinza ke peraduannya. Ia tak sempat membaca
sms itu. Pun begitu, Zoya masih menunggu balasannya.
Lama Zoya
bersabar dalam perbaringannya, hingga ia pun terlelap bersama rintihan kesepiannya. Mungkin esok masalah tersebut
bisa terselesaikan.
Comments
Post a Comment