Sabang First Trip

            
Berbicara pengalaman jalan-jalan, mungkin saya patut berbangga. Di umur saya yang masih lumayan muda saya sudah berkeliling ke beberapa daerah, khususnya di provinsi saya Aceh tercinta. Disini saya tidak untuk meyombongkan diri dengan membusungkan dada. Saya hanya berbagi pengalaman saya. Perjalanan yang sangat berkesan pertama adalah ketika saya pergi melanjutkan studi ke Kutaraja. Adalah perjalanan panjang pertama yang saya lakukan di luar mimpi saya. Bagaimana tidak, saya tidak bercita-cita untuk kuliah di Kutaraja. Mengingat pada masa kecil, saya hanya seorang anak kampung yang hanya melihat Kutaraja dari peta pelajaran IPS. Saya masih sangat teringat, buku IPS terbitan PT Pabelan, yang tertera jelas, ibukota provinsi Daerah Istimewa Aceh ( pada saat itu) adalah kota Banda Aceh. Dimanakah kota Banda Aceh itu? Tentunya di peta. Saya tidak tahu, dimana jelasnya tempat itu berada.
            Saat itu, saya yang masih lugu nan baik, yang  juga belum terlalu lihai bergaul dengan oranglain, menyusuri ibukota yang dulu pernah menjadi lautan manusia ketika referendum 1999. Lalu menjadi lautan mayat pada tsunami 2004. Saya menyusuri jalan-jalan yang sudah cukup megah untuk sekelas ibukota provinsi (dalam pikiran saya). Ada banyak persimpangan, yang dikenal dengan simpang 5, bahkan yang lebih ekstrem lagi ada simpang 7. Seumur-umur saya hanya pernah mendengar simpang 3 atau yang lebih banyak itu simpang 4. Tidak lebih dari itu. Nah, di Kutaraja saya menjumpai simpang 5 dan simpang 7. Bukankah itu hal yang sangat fenomenal?
            Jelang pergantian tahun, biasa disebut dengan tahun baru, pada tanggal 30 Desember 2009 saya menyebrang ke pulau Weh. Pulau Weh? Kedengaran asing bagi saya. Yang saya tahu, itu pulau Sabang. Salah satu wilayah administratif di provinsi NAD (saat itu). Kalau pada saat satya SD, (lagi-lagi) pada buku IPS kelas 5 tertera Kotif Sabang. Saya masih memainkan gambaran pikiran saya yang terekam jelas ketika SD dulu. Akhirnya tanpa persiapan yang matang, saya berangkat dari pelabuhan Ulee Lheu ke pulau Weh,Sabang.
            Terdengar elit, ketika bisa merayakan tahun baru di pulau Titik Nol Indonesia. Malam tahun baruan di pulau yang eksotis yang dikenal dunia, bukankah itu kedengaran fantastis? Akhirnya tepat jam 7 malam, saya menjejakkan kaki di pulau Weh Sabang. Bersama dengan Khalid, yang sudah pernah ke Sabang, saya merasa sangat senang. Saking senangnya saya dan Khalid langsung turun dengan terburu-buru ke daratan. Setelah beberapa saat, kami menjejakkan kaki di muka pelabuhan.
            Ada hal yang tidak kami duga, motor yang kami kendarai diperiksa oleh beberapa orang polisi. Seperti di film-film Hollywood ketika kita melintasi tapal batas USA-Mexico. Kami agak cemas. Karena hal yang tak terduga akan segera muncul apabila diperiksa oleh pasukan berbaju cokelat ini. Namun akhirnya kami selamat dari interogasi yang hanya sesaat ini. dalam pikiran saya, sebegitu sulitkah bagi saya untuk melawat ke Sabang ini? Atau jangan-jangan, Sabang sudah menjadi wilayah diluar Aceh, yang untuk berkujung saja harus melewati ritual pemeriksaan. Pada saat itu, saya belum mengenal istilah Tabayyun, jadi maklum saja, Teman.
****
            Malam pertama di Sabang. Saya hanya mengikuti kemana saya di bawa oleh Khalid. Saya tidak tahu bagaimana Sabang sebelumnya. Saya hanya duduk, diam , tenang dan bersahaja di belakangnya. Sekali-kali ia menanyakan saya kemana tujuan kami. Saya hanya menjawaab terserah, dan menyerahkan petunjuk arah padanya.            Hampir satu jam kami mengelilinginkota Sabang atas dan bawah, juga menyusuri jalanan Sumur Tiga (saat itu saya belum tahu apa nama daerah itu) yang gelap. Juga menyusuri turunan daerah Gapang (juga masih buta) yang sunyi.
            Setelah lelah “jalan-jalan” kami memutuskan untuk mencari penginapan. Penginapan ? menjelang tahun baru mencari penginapan apalagi yang murah adalah mustahil (saya tahunya belakangan). Hampir satu jam juga kami mutar-mutar, naik-turun, dan akhirnya tidak ada juga. Dan planning selajutnya adalah mencari penginapan gratis umat Islam yaitu Mushalla. Dan malam pertama yang tenang akhirnya terlewati dengan sempurna. Bagaimana dengan malam kedua? Malam kedua sama saja, mushalla menjadi tempatan yang sederhana.
            Berbicara tentang perjalanan menjelajahi pulau sabang, hampir semua wilayah kami jelajahi. Mulai ke Titik Nol sampai ke Anoe Itam, juga ke Keuneukai sampai ke gunung api. Juga ke air terjun dan juga danau Aneuk Laot. Yang tidak saya jumpai di Sabang adalah sungai.
            ***

            Setelah dua hari dua malam menyusuri kota Sabang yang tenang, kami kembali ke Kutaraja. Pagi-pagi buta, kami berjalan melewati jalanan yang masih sangat dingin untuk berebut tiket kapal yang sudah dikerumuni para penumpang. Jam enam pagi, loket pembelian tiket sudah mulai di buka, dan terlihat antrian yang lumayan panjang. Setelah menunggu beberapa saat, tiket pun kami dapati. Kutaraja, we are coming home…. 

Comments

  1. Assalamualaikum ..

    Salam Saya Driver & Tour Guide From Banda Aceh.

    Sesiapa nak Melancong ke Banda Aceh & Sabang sila contact saya

    whats app : +6285277823343
    Call/sms : +6285277823343
    FB : www.facebook.com/Bandaachehtour

    Terima kasih

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +