Teruntuk Kamu
http://suratcintabuathesty.blogspot.com |
Adinda,
aku ceritakan sedikit harap nanti jika bersamamu kelak. Aku menggantung asa,
kita akan bahagia. Kita akan berkelana sampai ke ujung dunia. Bukankah hijrah
adalah satu dari sekian tujuan kita. Seingatku, sudah ku cerita di perjalanan
sebuah masa. Masih ingatkah engkau dinda. Atau barangkali kau sudah lupa. Aku ambil
sedikit waktu untuk membuat reka ulang atas impian kita. Kamu tentu tahu, Eropa,
Amerika juga Asia. Negara-negara yang memberi nafas baru untuk anak cucu kita. Kita
selalu menengadahkan harap untuk terbang ke sana. Bermain salju di Alaska, berguling-guling
di panasnya gurun Afrika. Tentu kau masih ingat, kita berbagi tawa. Kita saling
menatap sambil menepuk semangat di ubun-ubun kepala.
Adinda,
kita pernah juga membuat rencana gila. Kau yang bekerja, aku yang memasak untuk
anak-anak kita. Kata kau, agar suami juga merasa bagaimana sulitnya menjadi
seorang ibu dan juga istri untuk keluarga. Aku mengangguk saja. Karena ku tahu
kau kurang pandai mengaduk bumbu dengan cuka. Aku tahu persis apa yang kepndam
menjadi sebuah rahasia. Tak usahlah kau tersenyum, karena aku di sini menulis
sambil tertawa. Kau juga pernah berkata, nanti kita akan buka tempat kerja
sebagai usaha bersama. Membina teman, masyarakat yang putus kerja. Ikhlas adalah
kunci utama. Sambil meneteskan airmata harap, kita berbagi bahagia.
Adinda,
aku ingat ketika kau cerita tentang benci. Benci melihat sosok yang mungil ini.
kau bilang aku ini pencuri. Pencuri yang tak mengenal malam dan hari. Kau
naikkan benci sampai membumi. Ketika itu, aku penasaran setengah mati. Kutanya
alasanmu. Kau hanya eratkan pintu mulutmu dengan kunci besi. Tak sepatah kata
pun kau patri. Ah, aku pun berbalas benci. Namun bukan benci yang ku dapati. Hanya
sekuntum cinta untuk kau, si pemilik hati.
Adinda,
adakah sedikit terngiang ketika kau cerita tentang prahara. Prahara cinta,
depresi duka di suatu senja. Bukannya aku ingin mengulang duka hati yang
menganga. Ini hanya tentang sebuah kenangan yang kata lupa adalah patut
untuknya. Walaupun aku mendengar sambil tertawa, perasaan sedih tetap kubawa.
Adinda,
pernah kau bertanya tentang tingkahmu yang tak ku suka? Bukannya aku tak mau
menerimamu apa adanya. Ada baiknya memang kita berbeda. Namun apa salahnya
engkau mencoba. Mencoba untuk tidak berlain rupa.
#bersambung, karena dia masih merajuk.
Comments
Post a Comment