Sabang Second Trip
tandem baru |
Setahun
sudah saya tidak menjelajahi tempat-tempat baru di Aceh. Sibuk dengan kegiatan
kuliah adalah alasan yang tidak perlu di tanyakan lagi. Alasan klasik, sudah
layak dijadikan artefak di museum Aceh. Setidaknya begitu. Akhirnya saya
memutuskan untuk kembali menjelajahi kota Sabang. Lagi-lagi, perjalanan kali
ini tanpa persiapan yang berarti. Muncul karena ocehan dengan “lawan” kecil
saya, Zacky. Dengan alasan menerima tantangannya, saya memutuskan bertandang ke
Sabang. Tandem saya kali ini bukan lagi Khalid, tapi Zacky.
Tepatnya,
5 September 2011 kami menuju pelabuhan Ulee Lheeu untuk menyebrang ke Sabang. Setelah
menempuh perjalanan selama 2 jam, kami menjejakkan kaki ke Pulau Weh. Kali pertama
bagi Zacky, kedua bagi saya. Sedikit menyombongkan diri, menjadi penunjuk arah
bagi Zacky. Tak lupa pula, di atas kapal saya bertemu dengan beberapa adik
kelas saya, yang juga berlibur ke Sabang.
Setibanya
kami di sana, belum ada tujuan yang pasti. Hanya menerka-nerka, dimanakah
penginapan malam ini? Haruskah berakhir di mushalla lagi? Ataukah ada seorang
kenalan yang mau menampung musafir ini? Setelah kami shalat, kami memutuskan
untuk mengunjungi monumen tugu Nol Indonesia. Setelah dari sana, kami
menyempatkan diri untuk mampir di pantai Gapang. Sore hari pun tiba, Zacky
menelepon seseorang yaitu abang kelas kami. Armia namanya. Dan kabar baiknya,
kami akhirnya mendapatkan temapt tinggal di rumah bang Armia. Malam pertama
kali ini berakhir di rumah mewah dengan hidangan makanan yang mewah pula.
****
Pagi
harinya kami memutuskan untuk keliling kota atas, juga kota bawah. Lalu kami
menuju daerah Ie Meulee. Di sana kami mandi laut. Ya sekedar melepas penat. Laut
adalah tujuan utama. Setelah itu kami sarapan pagi di rumah saudaranya bang
Armia. Setelah itu kami pergi ke kantor dinas pariwisata untuk mengurus
sertifikat keabsahan pernah mengunjungi Tugu Nol Indonesia wilayah Barat. Layak
di sebut sebagai oleh-oleh yang sangat berharga untuk seorang traveler. Walau hanya di seberang pulau.
Kemudian
kami memutuskan untuk kembali jalan-jalan. Sekarang tujuan kami adalah pantai
Iboih. Disana kami berkeliling ke beberapa tempat, mulai dari bawah sampai ke
beberapa penginapan di atas perbukitan. Di sana tertera harga sewa penginapan. Ada
yang bertuliskan Rp 100 dan ada juga yang bertuliskan 10 USD. Terlihat juga
beberapa turis mancanegara yang sedang berjemur di atas pasir putih.
Setelah
beberapa saat “cuci mata”, kami bertolak menuju pantai Keuneukai. Tak banyak
yang bisa kami nikmati di sini. Hanya ada pantai berpasir putih dan beberapa rest area yang kurang terurus. Matahari yang
sangat terik membuat kami memutuskan untuk pulang dengan cara memutar. Mengitari
pulau Sabang, yang berakhir di Balohan. Ada beberapa plang tapal batas
kecamatan hasil karya mahasiswa KKN salah satu Universitas di Kutaraja.
****
Sore
pun tiba, kami memutuskan untuk makan rujak di Anoe Itam dan berziarah di
benteng jepang. Setalah mengambil beberapa foto di sudut benteng Jepang kami
makan rujak di bibir pantai Anoe Itam. Di sebut dengan pantai Anoe Itam, karena
yang terlihat memang pasirnya yang berwarna hitam pekat. Beda dengan
pasir-pasir yang ada di pantai Sabang lainnya.
Tak
lama kemudian kami memutuskan untuk mandi sore di pantai Sumur Tiga. Ada terdapat
tiga buah sumur disana, namun saya tidak tahu apa asal muasal sumur tersebut. Pasir
putihnya terhampar jelas. Air lautnya juga sangat jernih. Kami pun menaggalkan
pakaian formal, dan menceburkan diri ke laut.
Di
sini juga terlihat beberapa wisatawan mancanegara yang beradu “mulut” di lautan
lepas. Mohon jangan di selipkan dalam imajinasi nakal Saudara. Semangat yang
hampir hilang dalam perjalanan, terbayar sudah. Walaupun saya tidak bisa berenang
sama sekali, saya sangat senang. Bisa kembali napak tilas di pantai Sumur Tiga.
*****
Hari
ketiga kami di Sabang, tidak banyak yang kami lakukan. Hanya jalan-jalan di
lapangan Sabang fair. Dan di sore harinya kami menikmati sunset di salah satu café
di Kota bawah. Lega rasanya, bisa kembali kesini dengan suasana yang agak
sedikit lebih leluasa dan tenang. Di malam harinya, kami mencari oleh-oleh khas
Sabang, yaitu “Kueh Sabang” dan juga beberapa oleh-oleh keramat yaitu gantunagn
kunci bertuliskan “Weh Island Sabang”.
Inilah
perjalanan saya untuk kedua kalinya ke kota paling ujung di Aceh juga
Indonesia. Pulau Sabang, surganya untuk para diver lokal dan dunia.
Comments
Post a Comment