Ra, Dengarkanlah Saja XIV

Ra, kita pergi ke taman kota yuk. Di sana kita bisa jalan-jalan sepuasnya lho. Seperti waktu itu, seminggu menjelang hari peminanganku. Saat itu aku sempat “menculikmu” sesaat hanya untuk sekedar jalan-jalan walaupun kita sudah berikrar untuk tidak jalan-jalan lagi. Hari itu adalah hari yang bersejarah bagiku, karena beberapa hari sebelumnya aku sempat mengalami guncangan keraguan yang berlebih sehingga ada keinginanku untuk menjauh lagi darimu dan menjadi rutinitas yang terulang untuk kesekian kalinya. Menurutku, hari dimana aku “menculikmu” adalah hari aku benar-benar memantapkan diri untuk meminangmu. Dan hasilnya kita berhasil untuk tinggal seatap rumah.
Ra, kamu tahu tidak kenapa saat itu aku mengalami guncangan keyakinan yang membuncah? Ini disebabkan dua hari sebelum itu, teman perempuanku yang pernah dekat denganku pulang dari perantauannya. Dia seorang model sebuah majalah pariwisata ternama. Dia meneleponku untuk menjemputnya di bandara. Seperti biasa, aku tetap mengiyakannya karena ku anggap ini permintaan biasa. Aku menjemputnya di bandara lalu ku jamu dia dengan makanan khas negeri kita. dia bilang dia sangat merindukan semua hal yang ada di negeri kita, salah satunya yang paling pasti adalah aku. Dan aku terkejut. Aku belum bercerita kalau aku sudah akan bertunangan denganmu. Aku hanya diam seribu bahasa. Bukannya tidak tegas. Namun aku menganggapnya sebagai angin lalu belaka. Kamu kan tahu bagaimana sifat easy-going ku yang sudah berakar serabut. Menurutnya lagi, ia kembali kali ini untuk menikah. Menikahi seseorang yang diyakininya sebagai pendamping terbaik dan aku mencium “bau tidak sedap” dalam percakapan ini. aku pun langsung memotong pernyataannya dengan bercerita tentang pekerjaan sebagai model yang di tekuninya. Karena didaerah kita kan sedang gencar-gencar promosi pariwisata maka ku tawarkan dia untuk menjadi tourism model untuk berbagai macam promosi itu.

Ra, ku rasa kau perlu mengetahui bagaimana asal usul aku berkenalan dengan gadis ini untuk pertama kalinya. Supaya kamu tidak salah paham dan rencana jalan-jalan kita kali ini tidak tertunda akibat kesalahpahaman yang timbul setelah kamu mendengar cerita tadi. Oke, Ra? Aku berkenalan dengannya di awal-awal aku bekerja sebagai pramuniaga di salah satu toko buku. Aku bekerja di sana tidak lama, kalau aku tidak salah mengingat Cuma sekitar 9 bulan saja. sore itu, dia mengunjungi toko buku tempatku bekerja. Perawakannya yang tinggi langsing dengan rambut tergurai sungguh memikat sesiapa saja yang melihatnya. Benar-benar perawakan tubuh seorang model. saat itu dia belum menjadi model. dia masih duduk di bangku kuliah tingkat awal ku rasa. Tujuan dia ke toko buku aku adalah untuk mencari sebuah novel abad pertengahan yang sudah di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Kebetulan toko kami banyak menyediakan varian novel-novel barat terjemahan dalam berbagai genre. Selau pelayan toko, aku langsung menghampirinya untuk mempromosikan dan meresensi secara gratis berbagai novel yang ada di etalase tersebut. Dan seperti biasa,aku berhasil membuatnya terpikat untuk membeli novel. Setidaknya aku membungkus tiga novel dan satu buku yang bernuansakan tutorial menjadi model. dan tidak lupa pula, aku berhasil mengantongi nomor ponselnya. Alasannnya sangat sepele, untuk bisa berkomunikasi apabila ada novel terbitan terbaru dan aku bisa langsung mengabarinya. Sederhana bukan?
Ra, kamu sudah siap belum? Kamu masih sanggup mendengar cerita ini kan? Sambil mempersiapkan keperluan kita, aku ceritakan saja kisah selanjutnya ya? Baiklah, selanjutnya, tepat seminggu setelah perkenalan itu, dia kembali lagi ke tokoku. Kali ini dia datang bukan untuk membeli buku tapi menungguku selesai kerja dan mengajakku untuk jalan-jalan. Aku sempat terkejut. Namun apa hendak dikata, maksud hati memiliki dan gayung pun menyambangi. Kesempatan tidak datang dua kali dan aku mengiyakan ajakannya. Ajakan itu menjadi pembuka jalan untuk aku mengenalnya lebih jauh.
            ****

Aku akan melanjutkan bagaimana kisah aku selanjutnya. Hubungan kami tidak semulus seperti prakiraan awal. Aku menemui banyak kesulitan ketika harus menyesuaikan diri dengan rutinitasku yang bisa dikatakan sebagai pekerja kelas marginal dengan dia yang punya strata sosial lebih beberapa tingkat daripada aku. Begitu asumsi ku. Dan benar adanya, aku tdak bisa beradaptasi. Ini yang pertama kalinya aku “kalah” dengan permainan yang ku buat sendiri. Dan aku harus bersikap sebiasa mungkin, seolah tidak terjadi apa-apa.

Setelah dua bulan, kalau tidak salah, hubungan kami mulai merenggang. Aku secepat kilat mengambil keputusan untuk “quit” lebih awal. Salah satu alasannya aku tidak sepadan dengan jalur hidupnya. Begitu, Ra. Cerita selanjutnya, sekitar setahun setelah dia meninggalkanku, dia menjadi seorang model di salah satu majalah pariwisata. Mulai dari sanalah karirnya meroket setelah lulus kuliah kesarjanaan. Juga menurut cerita teman dekatnya, dia sekarang bekerja pada salah satu majalah di ibukota sebagai model tetap dan beberapa kali meraih penghargaan di bidangnya itu.
            ****

Hari itu ketika dia meneleponku untuk menjemputnya adalah yang pertama kalinya setelah kami berpisah. Aku rasa sudah tiga tahun lebih kami tidak berjumpa. Dan sekali jumpa dia mengutarakan niatannya untuk menikah. Kamu tentu tahu bagaimana perasaanku berkecamuk dan harus segera membuat keputusan. Dan akhirnya aku “menculikmu” sesaat untuk menenangkan pikiranku. Dan cara itu sangat mujarab. Nah, hari ini aku “menculikmu” lagi dengan kepentingan yang sama, menenangkan hatiku karena kamu adalah istriku, Ra. Jangan lupa bawakan recehan untuk ku belikan es-tlim kesukaanmu. Let’s Go, Jalan-Jalan.        

Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +