Kuphie Khop



 Kali ini saya mencoba untuk berbagi tentang  sedikit pengalaman ketika menginjakkan kaki di negeri Johan Pahlawan, Meulaboh. Teuku Umar adalah salah satu tokoh pelaku sejarah yang sangat populis di sini. Hampir semua orang Indonesia tahu tentang pahlawan yang satu ini. Walaupun tidak semua mengenal asal pahlawan nasional yang  satu ini. Atau paling tidak pernah di baca di buku sejarah kelas 2 SMP semasa kecil dulu. Mengapa saya katakan tidak semua orang Indonesia tahu tentang Teuku Umar (walaupun menjadi salah seorang pahlawan nasional)? Menurut cerita salah seorang teman saya yang berlibur ke Bali, dia tidak sengaja bertanya tentang Teuku Umar pada salah seorang warga di Bali. Bukan tentang Teuku Umar secara spesifik, namun tentang Jalan Teuku Umar. Kira-kira begini percakapan.
            “Ada juga Jalan Teuku Umar disini ya, Bli?” tanya teman saya.
            “Iya.” Jawab orang bali tersebut.
            “Teuku Umar itu siapa, sih Bli?” tanya teman saya lagi dengan sedikit mengetes     nasionalisme orang Bali ini.
            “Teuku Umar kan pahlawan dari Jawa.” Jawab orang Bali ini dengan logatnya yang           masih kental.
            Bisa di bayangkan bukan. Betapa teman saya ini speechless. Dan kalau pun teman saya ini mau berkata, Ia hanya bisa berkata, Damn Indonesia !! (dalam bahasa inggris). Itupun karena Bali wilayah wisata international, kalau gak mana ada, dalam bahasa Aceh terus. Tentunya saya tidak perlu menyebutkannya.
            ****
            Terlepas dari cerita teman saya di atas –karena memang bukan itu yang menjadi inti cerita-, saya ingin bercerita tentang “Kuphie Khop”. Atau dalam logat orang disana yang saya modifikasi menjadi “Kopikop”. Awalnya saya tidak tahu apa itu “Kopikop”, karena memang logatnya yang susah saya pahami. Barulah di jelaskan bahwa “Kopikop” adalah kopi tubruk yang di sajikan secara unik. Yaitu kopi tersebut di sajikan dalam gelas secara telungkup. Disajikan bersama bubuk kopi yang masih bersepah. Saya sangat menikmati “Kopikop” baik secara rasa juga cara penyajian. Tapi bagi yang menderita asa lambung tidak disarankan untuk menikmati “Kopikop” ini.
Pernah terlintas di pikiran saya, apakah Teuku Umar cs juga meneguk segelas “Kopikop” sebelum memulai penyerangan terhadap Belanda? Ataupun juga pakah Teuku Umar pernah menikmati “Kopikop” pancung dengan serdadu Belanda ketika beliau “menyerah”? Perlu diteliti lebih lanjut, mungkin.

Cara menikmati “Kopikop”
Kalau teman-teman yang dari luar Meulaboh, khususnya teman-teman yang dari pantai timur-utara, apabila berkunjung ke Meulaboh jangan lupa untuk mencicipi “Kopikop” ini. cukup datang saja ke jembatan Suak Ribee, kecamatan Johan Pahlawan Meulaboh Aceh Barat.

Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +