Pemilu dan Sepakbola.

http://3.bp.blogspot.com
Ilustrasi-Kotak-Suara.gif
Adalah pemilu pada tahun 2014 ini yang tinggal menghitung hari, kini membuat sebagian besar masyarakat Aceh menjadi resah. Bagaimana tidak. Saban hari di media massa baik elektronik maupun cetak, kita mendengar banyaknya aksi terror yang di lakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Ada yang melakukan pengeroyokan, penurunan dan pembakaran bendera partai lawan bahkan sampai adanya penghilangan nyawa dari caleg itu tersendiri. Keadaan ini jauh dari etika berpolitik yang sehat dan beretika.
Apakah ini harus kita biarkan? Tentu saja ini tidak boleh dibairkan terjadi berlarut-larut. Sekarang mari kita bawa realita yang terjadi di dalam dunia sepakbola ke suasana menjelang pemilu sekarang ini. Jika partai itu kita ibaratkan sebagai sebuah klub sepakbola maka para caleg adalah pemainnya. Sebagai sebuah klub yang baik dan ingin di segani, buatlah para caleg tersebut bersaing secara sehat di kancah perpolitikan yang disebut dengan pemilu. Kepada para caleg, bermainlah dengan cantik dan atraktif di atas lapangan untuk menyenagkan hati penontonnya. Jangan sesekali buat mereka kecewa, apalagi harus membenci pemain kesayangannya akibat tidak bermain seperti yang diharapkan. Maka boleh jadi, di perhelatan kampanye, para caleg saling berebut suara, namun diluar itu para caleg harus tetap seperti saudara. Tidak boleh ada permusuhan, karena kita sama-sama mencari nafkah di dunia itu.
            Kemudian, untuk KPU yang disini bertindak sebagai wasit, berlakulah adil kepada setiap pemain (caleg). Jangan sampai ada diskriminasi. Apalagi muncul anggapan ada caleg-caleg yang dianak-emaskan. Keadaan ini kemudian bisa menjadi blunder yang kemudian meruncingkan masalah dalam perhelatan pesta demokrasi di negeri ini.
            Dan yang terakhir adalah kepada simpatisan partai yang saya istilahkan sebagai fans klub. Jangan sesekali para fans klub ini bertindak anarkis, apalagi rasis. Dalam sepakbola kita selalu mendengar slogan “#Respect” dan “Kick racisme out of football”. Lalu kita bawa slogan itu ke dunia kita, mari secara bersama-sama kita buang jauh-jauh sikap rasisme di dalam proses pemilihan yang tinggal menghitung hari tersebut. Apabila ada juga para simpatisan yang anarkis, diharapkan kepada klub (dibaca : partai) untuk menghukum mereka. Jangan malah membiarkan perbuatan itu dan bahkan sampai menjadikan itu sebagai alat peraga keperkasaan.

            Akhirnya, kita sebagai masyarakat biasa hanya berharap supaya pertandingan berjalan lancar. Dan jikapun ada sedikit benturan, biarlah wasit yang mendamaikan. Sehingga di akhir pertandingan, kita bisa menyaksikan para pemain (caleg) ini bersalaman lalu berpelukan dengan perasaan yang gembira. Apalagi bisa menikmati kopi Aceh semeja bersama. Semoga.            

Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +