Pemilu dan Sepakbola.
http://3.bp.blogspot.com Ilustrasi-Kotak-Suara.gif |
Apakah
ini harus kita biarkan? Tentu saja ini tidak boleh dibairkan terjadi
berlarut-larut. Sekarang mari kita bawa realita yang terjadi di dalam dunia
sepakbola ke suasana menjelang pemilu sekarang ini. Jika partai itu kita
ibaratkan sebagai sebuah klub sepakbola maka para caleg adalah pemainnya.
Sebagai sebuah klub yang baik dan ingin di segani, buatlah para caleg tersebut
bersaing secara sehat di kancah perpolitikan yang disebut dengan pemilu. Kepada
para caleg, bermainlah dengan cantik dan atraktif di atas lapangan untuk
menyenagkan hati penontonnya. Jangan sesekali buat mereka kecewa, apalagi harus
membenci pemain kesayangannya akibat tidak bermain seperti yang diharapkan.
Maka boleh jadi, di perhelatan kampanye, para caleg saling berebut suara, namun
diluar itu para caleg harus tetap seperti saudara. Tidak boleh ada permusuhan,
karena kita sama-sama mencari nafkah di dunia itu.
Kemudian,
untuk KPU yang disini bertindak sebagai wasit, berlakulah adil kepada setiap
pemain (caleg). Jangan sampai ada diskriminasi. Apalagi muncul anggapan ada
caleg-caleg yang dianak-emaskan. Keadaan ini kemudian bisa menjadi blunder yang
kemudian meruncingkan masalah dalam perhelatan pesta demokrasi di negeri ini.
Dan
yang terakhir adalah kepada simpatisan partai yang saya istilahkan sebagai fans
klub. Jangan sesekali para fans klub ini bertindak anarkis, apalagi rasis.
Dalam sepakbola kita selalu mendengar slogan “#Respect” dan “Kick racisme
out of football”. Lalu kita bawa slogan itu ke dunia kita, mari secara
bersama-sama kita buang jauh-jauh sikap rasisme di dalam proses pemilihan yang
tinggal menghitung hari tersebut. Apabila ada juga para simpatisan yang
anarkis, diharapkan kepada klub (dibaca : partai) untuk menghukum mereka.
Jangan malah membiarkan perbuatan itu dan bahkan sampai menjadikan itu sebagai
alat peraga keperkasaan.
Akhirnya,
kita sebagai masyarakat biasa hanya berharap supaya pertandingan berjalan lancar.
Dan jikapun ada sedikit benturan, biarlah wasit yang mendamaikan. Sehingga di
akhir pertandingan, kita bisa menyaksikan para pemain (caleg) ini bersalaman
lalu berpelukan dengan perasaan yang gembira. Apalagi bisa menikmati kopi Aceh
semeja bersama. Semoga.
Comments
Post a Comment