Kami dan Tanah yang Dijanjikan

            
Source Image : www.acehtraffic.com
Tiga bulan yang lalu aku dikubur di sini. Di kubur secara diam-diam oleh beberapa manusia yang kebetulan kurang secara ekonomi. Mereka menguburku untuk menyambung hidup sesaat. Menyambung hidup di bawah intaian beberapa manusia yang berseragam coklat juga bersenjata api. Biasanya mereka mengintai setiap manusia yang ingin mengembangbiakkan aku. Kata sebagian orang, aku ini haram. Aku ini illegal. Aku tidak tahu menahu perihal keharamanku. Yang aku tahu, aku sama dengan yang lainnya. Sama-sama ciptaan Tuhan. Itu saja.
            Aku dan beberapa teman lainnya berkembang dengan pesat. Tubuh kami tinggi besar. Warna kami sangat hijau. Para cacing tanah yang membantu kami mencari makan. Makanan di tanah ini sangatlah lezat. Majikan manusia kami tidak perlu menjaga pertumbuhan kami. Mereka tidak perlu memberi asupan gizi tambahan. Kami sangat mandiri ditanah ini. ini kemungkinan tanah yang yang dijanjikan Tuhan untuk kehidupan kami. Majikan kami hanya sekali-kali melihat keadaan kami.
            Mereka  tinggal menunggu tiga bulan lagi untuk mengeruk hasil dari daunku. Aku sudah tentu dengan sukarela memberi kepuasan bagi mreka. Seringkali, ketika panen, daunku dijemur terlebih dahulu. Lalu dipaketkan dalam bungkusan koran bekas. Ketika pemaketan, mereka sangat jeli dalam melihat kualitasku. Kebetulan aku tumbuh besar ditanah ini. Tanah yang dijanjikan Tuhan untuk semua keluargaku. Mereka berani menghargaiku setinggi langit. Sejumput daunku ku saja dihargai hingga ratusan ribu. Apalagi bila daunku dipaketkan dalam berpuluh-puluh paket. Tentunya bisa membeli peralatan perang yang mumpuni.
            ****
            Hari yang dinanti-nanti hampir saja tiba. Ini sudah memasuki minggu ke-22. Tinggal menunggu dua minggu lagi. Beberapa hari belakangan, mereka sudah sangat sering megunjungi kami. Aku sudah hafal betul dengan wajah-wajah mereka. Jumlahnya empat orang. Yang satu berwajah putih bertubuh kekar, hampir sama dengan yang kedua. Tapi ini agak lebih gemuk. Kelihatannya mereka kembar. Yang ketiga, mempunyai perawakan tinggi ceking di balut dengan kulit yang hitam. Dan yang terakhir, masih anak-anak. Menurut dugaanku, ia berumur 12 tahun.
            Setiap kali mereka menyambangi komunitas kami, mereka selalu bersilang pendapat. Biasanya tentang bagi hasil hasil pemanenan aku dan keluargaku. Tapi pada akhirnya mereka selalu berbaikan dan berpesan untuk sebisa mungkin menghindari makhluk berbaju seragam coklat. Aku sendiri tidak mengerti, mengapa makhluk berseragam coklat begitu menyeramkan bagi mereka berempat.
            ****
            Aku sedang harap-harap cemas. Ini sudah minggu ke 24. Mereka yang biasa menjengukku belum juga datang. tidak ada kabar apa-apa dari mereka. Hanya saja, dua hari yang lalu, aku melihat seorang yang berperwakan tinggi tegap menyambangi tetanggaku di sudut lahan. Aku tidak mengenal dia. Aku menduga, itu makhluk berseragam coklat yang sering mereka bicarakan.
            Aku tidak ambil peduli. Aku hanya mendo’akan, mereka, kumpulan majikanku kembali di saat yang tepat dan membuat aku dan keluargaku menjadi berharga di dunia sana. Aku ingin merebut kembali tahta yang sekarang sudah direbut oleh serbuk putih impor. Aku dan keluarga ingin membuktikan bahwa kami lebih berharga dari barang impor itu.
            Betapa tidak, didaerah ini, serbuk putih telah menggantikan tempat kami di hati para penikmatku dahulu. Kami sudah kalah pamor. Aku yakinkan diriku dan keluarga untuk tetap bersaabar dan tahta yang runtuh akan segera kami bangun kembali. Kami sangat yakin itu.
            ****
            Selasa, hari menurut penanggalan masehi. Aku sudah berumur enam bulam lebih 4 hari. Aku masih ingat betul ketika aku dan keluargaku di tabur di tanah ini. aku sudah siap panen. Aku sudah siap melanglang buana. Aku sudah siap mengarungi seluruh isipikiran mereka-mereka yang putus asa. Kenikmatan yang tiada tara adalah keunggulun kami. Dan kami sudah siap untuk membuktikan diri.
            “Semua bersiap. Amankan seluruh lokasi. Jika ada yang mencurigakan, langsung tangkap. Pastikan semua batang ganja itu di bumi hanguskan”.
            Suara itu terdengar sayup-sayup di telingaku. Dan benar saja, sekumpulan mereka yang berseragam coklat telah mengepung rumah kami. Mereka sudah bersiap dengan pakaian dan senjata lengkap. Kami sudah terkepung. Beberapa dari kami pun sudah mulai dimatikan. Dimulai dari sudut kiri tanah ini.

            Do’a yang  ku pinta diwaktu yang lalu sepertinya tidak diterima oleh Tuhan. Aku dan keluarga kembali gagal mengelamkan kehidupan mereka yang katanya bunga bangsa. Kami gagal sepenuhnya. Keyakinan hati tentang tanah ini selalu besar. Karena tanah ini, tanah yang dijanjikan Tuhan untuk anak cucu kami. Kami bangsa Ganja akan selalu berjaya di tanah ini, tanah Rencong. 

Comments

Popular posts from this blog

(Karena) Lelaki itu Tukang Olah

Jampok

Bansa Teuleubeh +