Tentang Cantik,Tampan Juga Mapan
http://updatebbm.blogspot.com/ |
Dalam
keseharian kita khususnya ketika ingin membina hubungan dengan lawan jenis
tentunya ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Disini saya
menggarisbawahi bahwa, menjadi pertimabangan, bukanlah sebuah kewajiban yang
haq untuk mempertimbangkan hal-hal yang akan saya uraiakan selanjutnya. Sekali waktu,
ketika sedang nongkrong, saya di kejutkan dengan sebuah pertanyaan dari teman
perempuan saya.
“Qaf, aku mau cerita tentang calon pacarku,” begitu katanya.
“Qaf, aku mau cerita tentang calon pacarku,” begitu katanya.
Kebetulan
si kawan ini masih belia bin alay, jadi masih berlaku hubungan pacaran. Bukannya
saya membenarkan hubungan pacaran, namun apa hendak dikata, belia bin alay. Jadi
harap maklum saja. Lalu saya mempersilahkannya untuk bercerita.
“Ya,
silahkan. Ceritalah. Siapa tahu, aku dapat membantu,”
Selaras
dengan itu, ia menjawab, “gak berani aku ceritain, karena calon pacarku kali ini
kurang ganteng. Seumur-umur baru kali ini aku jatuh hati sama cowok yang
mukanya pasaran”.
“Ya
cerita aja kali, Nong. Entah apa pun. Emangnya aku perduli dengan dia, kan
bukan aku yang mau pacaran dengannya,”
jawabku seperti biasa.
Lalu
dia menceritakan hal ikhwal pertemuannya dengan si”abang” pujaan hatinnya. Ia terlanjur
sayang sama si”abang” karena si abangnya sangat baik, care juga tidak neko-neko. Walaupun wajahnya pas-pasan tapi apa
boleh di kata, hati sudah duluan terpaut rindu. Aku yang sudah mulai bosan
mendengar curhatan belia alay, langsung menyimpulkan untuk melanjutkan hubungan
mereka kalau sudah mentok di hati.
****
Diantara
hal-hal yang baru yang kita jalani saban hari, tetaplah ada suatu hal yang lama
yang tak mungkin kita tinggalkan. Walaupun banyak teman baru, tetap ada teman
lama yang akan kita sisihkan waktu untuknya. Begitu juga dengan saya. Hari ini,
minggu, akhir pekan yang sangat rugi apabila dilewatkan. Hari ini saya lewatkan dengan teman lama saya,
tentunya lelaki. Perawakannya tinggi, besar, punya tampang mumpuni. Setiap sebulan
sekali, di akhir pekan, kami selalu meluangkan waaktu untuk sekedar
jalan-jalan. Setiap bulan memang sudah terjadwal waktu untuk bersantai bersama
walaupun dia punya pacar. Lagi-lagi, hubungan pacaran. Setahu saya, teman saya
ini sudah pacaran selama tiga tahun lebih. Saya masih sangat mengingat ketika
dia meminta pendapat untuk menyatakan cintanya pada sang pujaan hati.
“Kalau
memang kamu yakin, ya silahkan maju,” begitulah pesan saya ketika itu.
Maka
sampailah kami berjalan berdua. Kami belum menentukan tujuan yang pasti. Saya hanya
melongok pada jarum penunjuk bahan bakar di layar speedometer motor saya. Kami
memang selalu tidak menargetkan perjalanan kami, asalkan pulang dengan selamat.
Di tengah perjalanan saya bertanya kabar tentang pacarnya.
“Bagaimana
kabar pacarmu? Baik kah ? Atau sudah putus?” dengan nada sedikit bercanda. Teman
saya ini masih terdiam. Entah pura-pura tidak mendengar, ataupun kurang
terdengar. Saya bahkan sempat mengulangi pertanyaan yang sama. Sama halnya
seperti pertanyaan listening pada
TOEFL. Perlahan tapi pasti, ia menjawab,”sudah putus dua minggu yang lalu”.
“Kenapa?
Kok bisa? Selingkuh atau apa? Atau kamu nya yang selingkuh?” selidik saya.
“Gak
ada alasan apa-apa. Kecuali, dia sudah kurang cantik sekarang”.
“Memangnya
dulu dia cantik? Perasaan biasa aja,” saya mencoba memanaskan suasana.
“Dulu
dia cantik, sekarang dia sudah kurang
cantik dan kurang menarik, Kawan”. Makanya
aku putusin, walaupun dengan tanpa alasan yang jelas,” jelasnya.
“Alhamdulillah,
akhirnya saya punya kesempatan,” sambil tertawa dengan kerasnya.
*****
Setiap
akhir tahun sudah menjadi rutinitas saya untuk menunaikan kewajiban saweu gampong. Inilah kesempatan saya
untuk berjumpa dengan orangtua, rakan-rakan seperabuan[1]
ketika masih kecil. Yang lebih penting adalah berjumpa dengan orangtua. Suatu sore
di teras rumah, merupakan kebiasaan keluarga kami untuk berkumpul sambil
melayangkan pandangan ke arah jalan. Biasanya topik pembicaraan kami adalah
harga jual komoditas barang di kampung. Seperti harga jual gabah, kedelai,
kelapa, pinang, cokelat juga kelapa sawit.
Dan sore
ini, pembahasan yang muncul sedikit berbeda. Ummi menanyakan tentang siapa
calon menantu dan kapan waktunya bisa kenalan dengan calon menantu. Tidak ada
basa basi sedikitpun. Mungkin ini di karenakan umur saya yang sudah matang dan
juga umur orangtua yang kian dimakan usia. Ada keinginan di hati Ummi untuk
menimang cucu tercinta.
Sedikit
memakan waktu untuk menjawab pertanyaan ajaib itu. Saya berfikir untuk memilah
alasan yang tepat, dan akhirnya saya menjawab,” saya kan masih muda. Dan pun
saya belum mapan untuk membina sebuah rumah tangga”.
******
Dari
cerita saya di atas ada tiga hal yang menjadi poin utama, yaitu perihal cantik,
perihal tampan juga perihal mapan. Memang benar, nenek moyang kita dulu,
menurut perkiraan saya, tidak pernah terlintas untuk memikirkan tiga hal
tersebut. Namun di era zaman modern dengan sistem informasi yang tidak
terbendung, tiga hal di atas selalu menjadi momok bagi hampir setiap orang. Berbicara
tentang ketiga hal tersebut adalah sangat-sangat relatif, tapi karena adanya
banyak pertimbangan sehingga itu menjadi bumerang bagi setiap individu yang
mempertimbangkannya.
Bukannya
dilarang untuk sebuah pertimbangan, sebaiknya hanya sekedar saja. Tentang hal
cantik dan tampan itu hanya sementara. Hanya bertahan 5-8 tahun saja. Selanjutnya
cantik dan tampan akan lapuk di makan usia. Tentang mapan, tidak ada ukuran
standar yang disetujui hukum internasional seperti halnya 1 meter sama dengan
100 centimeter. Itu tidak ada. Dan pada akhirnya, pertimbangan untuk tiga hal
tersebut akan luluh ketika ada sebuah keyakinan untuk membina sebuah hubungan, semisal
hubungan pernikahan. Semuanya berpulang pada sebuah keyakinan dan saling memberi
dukungan. Karena kita percaya, kita diciptakan berpasang-pasangan untuk saling
melengkapi kekurangan dan menyeimbangkan setiap kelebihan.
[1]
Rakan-rakan seperabuan : teman-teman kecil
Perihal cantik, meminjam kata-kata teman saya, Amek Barli KJN
Comments
Post a Comment