Ra, Dengarkanlah Saja X
Ra, malam ini aku merasa sedih. Kamu tahu kenapa? Karena kamu masih merasa sedih perihal ceritaku beberapa malam yang lalu. Ra, benar saja. Ketika itu, aku belum mampu berpikir lebih jernih. Aku benar-benar khilaf. Karena kehidupan di sana ya begitu adanya. Tergantung pada pertahanan diri yang kita bawa dari kampung. Kalau benteng pertahanannya baja, ya, Insya Allah kita aman-aman saja. Nah, ini lain cerita. Aku yang bukan siapa-siapa, Cuma sempat mempersiapkan tameng abal-abal ketika pergi ke sana. Makanya aku terjerumus ke kehidupan yang di larang agama kita, Ra. Masihkah kau mencintaiku, Ra? Ra, pikiranku kacau sekarang jika kamu tidak mau bicara dan bermuka cemberut begitu. Ra, haruskah aku berlutut maaf padamu?
Namun sebelum itu, aku mau menuntunmu menuju tempat wudhu bersama, seperti biasa. Malam ini kita akan melakukan ritual rutin kita. sudah seminggu lebih kita meninggalkannya. Siapa tahu dengan melakukan shalat malam bersama dapat meredakan amarah dan emosi kita. kita akan berdoa bersama-sama untuk kebaikan kita ke depannya. Aamin. Insya Allah.
***
Ra, malam ini walaupun kita sudah tahajjud, kita sudah berdo’a bersama namun ada hal yang perlu ku ceritakan lagi. Tentunya tentang masa laluku yang menurutku suram. Sebelumnya terima kasih sudah menjadi pendamping terbaikku. Pelengkap kerinduan di tengah gersangnya iman. Terima kasih, Ra.
Ra, cerita kali ini unik. Kamu tahukan aku suka kali jalan-jalan. Jalan-jalan kemana saja, baik gunung, laut, apa saja lah. Walaupun suatu ketika aku hampir tinggal nama di negeri orang karena kemampuan berenang yang super minim. Intinya begini, saat itu ketika aku sudah mulai bekerja serabutan di sebuah perusahaan swasta, aku punya kenalan perempuan yang hobinya sama denganku juga. Suka jalan-jalan. Petualang sejati menurutku. Bagaimana tidak, dia sudah menjelajah ke beberapa daerah yang bagi sebagian petualang umumnya adalah sangat angker. Masuk kehutan-hutan, lalu bertemu dengan binatang buas dan sebagainya.
Aku berkenalan dengannya ya melalui bahasa “jalan-jalan”. Saat itu kami sering sharing tetntang beberapa petualangan yang sudah kami lalui masing-masing. Dia bercerita panjang lebar mengenai sebuah ekspedisi yang ketika itu dia ikut di dalamnya. Katanya ekspedisi itu bertemakan cinta lingkungan, penyelamatan satwa langka. Katanya dalam ekspedisi itu dia menulis banyak hal tentang hutan dan isinya. Salah satunya tentang -hama gajah- dalam bahasa manusia menyebutnya begitu. Menurut ceritanya lagi, banyak para petani yang membuat perangkap untuk menghalau para kawanan gajah yang melintas di lahan pertanian para petani. Begitulah sekilas tentang cerita petualangannya.
Bagaimana dengan cerita ku? Dalam hal ini, aku ahlinya. Bercerita. Temanya kan bercerita. Ya aku mulai merangkai beberapa storytelling bebas tapi jelas, logis dan masuk di akal. Ku katakana saja, aku pernah berlibur ke beberapa pantai terindah di luar pulau, walaupun itu Cuma Pulau Weh. Intinya kan di luar pulau. Jangan tertkekeh begitu kamu, Ra. Aku bisa saja banyak membohongi banyak perempuan di luar sana, tapi tidak dengan kamu. Ingat, ini janjiku, Ra.
Mulai sejak itu, intensitas pertemanan kami jadi semakin akrab. Dia mulai sering membawakanku majalah NatGeo, dan aku mulai sering browsing tiket liburan murah. Dia juga mulai sering mengajariku untuk menuliskan kembali cerita perjalanan yang pernah ku lalui. Setelah enam bulan pertemanan kami, aku mulai banyak menulis walaupun masih banyak salahnya ketimbang benarnya. Tapi tidak mengapa lah.
Dan akhir ceritanya, di dunia ini tidak ada makan siang yang gratis, Ra. Begitulah istilah kerennya. Suatu malam dia meneleponku yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan, apalagi aku, Ra. Dengan dalih menanyakan pekerjaan yang katanya sudah sangat mendesak, kami berbicara panjang lebar. Hingga pada akkhirya dia mengucapkan kata-kata yang tidak lagi asing bagiku, “Aku mulai menyukaimu.” Dia menambahkan lagi dia menyukaiku karena kebaikankui selama ini kepadanya. Aku sendiri shock. Karena prinsip dasarku adalah harus selalu bisa berbuat baik dalam keadaan dan bidang apapun. Mempermudah urusan oranglain berarti kita meminta Tuhan untuk mempermudah urusan kita. bukankah begitu nasihat yang selalu kamu katakana padaku setiap kita berjumpa dulu, Ra? Nah, mungkin salah aku juga, karena aku kurang peka. Hahaha. Pura-pura tidak peka kata yang lebih tepatnya. Ra,buatkan kopi dulu. Biar ceritanya lebih manis walaupun kedengarannya pahit. Aku minta tolong lho Ra.
Oke, Ra. Kita seruput segelas berdua saja. seperti biasa, kebiasan lama yang selalu mempersatukan kita dari segala keadaan. Kamu tahu tidak, Ra, aku pernah dilarang untuk minum kopi oleh teman ku tadi. Katanya tidak baik untuk kesehatanku. Namun aku tidak ambil peduli, semakin banyak dia larang aku untuk berhenti ngopi, semakin banyak pula aku meminum kopi hasil racikanku sendiri. Oke, Ra. Cerita selanjutnya, dia mulai mengurangi intensitas bertemu denganku. Untuk berbicara saja sudah jarang. Tidak ada lagi majalah NatGeo bulanan, tidak ada lagi situs tiket murah dan sebagainya. Dua bulan setelah malam dimana dia meneleponku, aku memilih untuk mengundurkan diri dari perusahaan itu. Dan menurut kabar burung yang ku dengar dari seorang teman, dia juga mengundurkan diri setelah dua minggu aku pergi. Kata temanku itu, dia pergi untuk sebuah ekspedisi terbarunya perihal kerusakan alam bawah laut di luar negeri. Begitulah ceritanya, Ra. Dimulai dari aku yang kurang peka terhadap keadaan hingga melukai banyak hati perempuan yang dekat denganku. Tapi aku sudah berjanji pada diriku dengan di saksikan Tuhan juga oleh seorang karibku untuk tidak menyakiti kamu. Ra, terima kasih atas kebersamaan ini. Terima kasih atas pengertian dan keikhlasan yang kamu berikan.
Namun sebelum itu, aku mau menuntunmu menuju tempat wudhu bersama, seperti biasa. Malam ini kita akan melakukan ritual rutin kita. sudah seminggu lebih kita meninggalkannya. Siapa tahu dengan melakukan shalat malam bersama dapat meredakan amarah dan emosi kita. kita akan berdoa bersama-sama untuk kebaikan kita ke depannya. Aamin. Insya Allah.
***
Ra, malam ini walaupun kita sudah tahajjud, kita sudah berdo’a bersama namun ada hal yang perlu ku ceritakan lagi. Tentunya tentang masa laluku yang menurutku suram. Sebelumnya terima kasih sudah menjadi pendamping terbaikku. Pelengkap kerinduan di tengah gersangnya iman. Terima kasih, Ra.
Ra, cerita kali ini unik. Kamu tahukan aku suka kali jalan-jalan. Jalan-jalan kemana saja, baik gunung, laut, apa saja lah. Walaupun suatu ketika aku hampir tinggal nama di negeri orang karena kemampuan berenang yang super minim. Intinya begini, saat itu ketika aku sudah mulai bekerja serabutan di sebuah perusahaan swasta, aku punya kenalan perempuan yang hobinya sama denganku juga. Suka jalan-jalan. Petualang sejati menurutku. Bagaimana tidak, dia sudah menjelajah ke beberapa daerah yang bagi sebagian petualang umumnya adalah sangat angker. Masuk kehutan-hutan, lalu bertemu dengan binatang buas dan sebagainya.
Aku berkenalan dengannya ya melalui bahasa “jalan-jalan”. Saat itu kami sering sharing tetntang beberapa petualangan yang sudah kami lalui masing-masing. Dia bercerita panjang lebar mengenai sebuah ekspedisi yang ketika itu dia ikut di dalamnya. Katanya ekspedisi itu bertemakan cinta lingkungan, penyelamatan satwa langka. Katanya dalam ekspedisi itu dia menulis banyak hal tentang hutan dan isinya. Salah satunya tentang -hama gajah- dalam bahasa manusia menyebutnya begitu. Menurut ceritanya lagi, banyak para petani yang membuat perangkap untuk menghalau para kawanan gajah yang melintas di lahan pertanian para petani. Begitulah sekilas tentang cerita petualangannya.
Bagaimana dengan cerita ku? Dalam hal ini, aku ahlinya. Bercerita. Temanya kan bercerita. Ya aku mulai merangkai beberapa storytelling bebas tapi jelas, logis dan masuk di akal. Ku katakana saja, aku pernah berlibur ke beberapa pantai terindah di luar pulau, walaupun itu Cuma Pulau Weh. Intinya kan di luar pulau. Jangan tertkekeh begitu kamu, Ra. Aku bisa saja banyak membohongi banyak perempuan di luar sana, tapi tidak dengan kamu. Ingat, ini janjiku, Ra.
Mulai sejak itu, intensitas pertemanan kami jadi semakin akrab. Dia mulai sering membawakanku majalah NatGeo, dan aku mulai sering browsing tiket liburan murah. Dia juga mulai sering mengajariku untuk menuliskan kembali cerita perjalanan yang pernah ku lalui. Setelah enam bulan pertemanan kami, aku mulai banyak menulis walaupun masih banyak salahnya ketimbang benarnya. Tapi tidak mengapa lah.
Dan akhir ceritanya, di dunia ini tidak ada makan siang yang gratis, Ra. Begitulah istilah kerennya. Suatu malam dia meneleponku yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan, apalagi aku, Ra. Dengan dalih menanyakan pekerjaan yang katanya sudah sangat mendesak, kami berbicara panjang lebar. Hingga pada akkhirya dia mengucapkan kata-kata yang tidak lagi asing bagiku, “Aku mulai menyukaimu.” Dia menambahkan lagi dia menyukaiku karena kebaikankui selama ini kepadanya. Aku sendiri shock. Karena prinsip dasarku adalah harus selalu bisa berbuat baik dalam keadaan dan bidang apapun. Mempermudah urusan oranglain berarti kita meminta Tuhan untuk mempermudah urusan kita. bukankah begitu nasihat yang selalu kamu katakana padaku setiap kita berjumpa dulu, Ra? Nah, mungkin salah aku juga, karena aku kurang peka. Hahaha. Pura-pura tidak peka kata yang lebih tepatnya. Ra,buatkan kopi dulu. Biar ceritanya lebih manis walaupun kedengarannya pahit. Aku minta tolong lho Ra.
Oke, Ra. Kita seruput segelas berdua saja. seperti biasa, kebiasan lama yang selalu mempersatukan kita dari segala keadaan. Kamu tahu tidak, Ra, aku pernah dilarang untuk minum kopi oleh teman ku tadi. Katanya tidak baik untuk kesehatanku. Namun aku tidak ambil peduli, semakin banyak dia larang aku untuk berhenti ngopi, semakin banyak pula aku meminum kopi hasil racikanku sendiri. Oke, Ra. Cerita selanjutnya, dia mulai mengurangi intensitas bertemu denganku. Untuk berbicara saja sudah jarang. Tidak ada lagi majalah NatGeo bulanan, tidak ada lagi situs tiket murah dan sebagainya. Dua bulan setelah malam dimana dia meneleponku, aku memilih untuk mengundurkan diri dari perusahaan itu. Dan menurut kabar burung yang ku dengar dari seorang teman, dia juga mengundurkan diri setelah dua minggu aku pergi. Kata temanku itu, dia pergi untuk sebuah ekspedisi terbarunya perihal kerusakan alam bawah laut di luar negeri. Begitulah ceritanya, Ra. Dimulai dari aku yang kurang peka terhadap keadaan hingga melukai banyak hati perempuan yang dekat denganku. Tapi aku sudah berjanji pada diriku dengan di saksikan Tuhan juga oleh seorang karibku untuk tidak menyakiti kamu. Ra, terima kasih atas kebersamaan ini. Terima kasih atas pengertian dan keikhlasan yang kamu berikan.
Comments
Post a Comment